Polemik Arteria Dahlan Usai Singgung Bahasa Sunda

Muhammad Firyal Dzikri
634 views

Jagat sosial media kembali diramaikan dengan sebuah pernyataan kontroversial oleh salah seorang anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan. Pernyataan yang ia lontarkan merupakan kritikan terhadap salah seorang kepala kejaksaan tinggi (kajati) yang dalam sebuah rapat kerja (raker) menggunakan Bahasa Sunda. Ia menyampaikan kritikannya tersebut kepada Jaksa Agung ST. Burhanuddin dalam forum Komisi III DPR dan Kejaksaan Agung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (17/1/2022).

Arteria merasa agak keberatan dengan penggunaan Bahasa Sunda dalam raker tersebut dan ia meminta untuk menggantinya. Ia menyebutkan “Ada kajati yang dalam rapat dan dalam raker itu ngomong pakai Bahasa Sunda, ganti, Pak, itu.” Alasan keberatannya tersebut karena dalam rapat seharusnya menggunakan bahasa Indonesia. 

Ia melanjutkan, “Kita ini Indonesia, Pak. Jadi orang takut kalau ngomong pakai Bahasa Sunda nanti orang takut ngomong apa dan sebagainya. Kami mohon sekali yang seperti ini dilakukan penindakan tegas,” ujarnya.

Sontak pernyataan tersebut menjadi buah bibir masyarakat, terlebih lagi masyarakat Sunda. Berbagai tanggapan lantas mengemuka dari berbagai kelompok, mulai dari masyarakat awam hingga para pejabat, termasuk Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu meminta Arteria untuk segera meminta maaf kepada masyarakat Sunda akibat pernyataannya agar tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan, “Jadi saya mengimbau Pak Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini. Kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi.” Secara lebih jauh, ia menyebutkan “orang Sunda itu pemaaf, ya. Jadi saya berharap itu dilakukan,” ujarnya dalam siaran pers-nya, Selasa (18/1/2022).

Selain Ridwan Kamil, tanggapan lain juga muncul dari budayawan Sunda seperti Budi Dalton, organisasi Angkatan Muda Siliwangi, hingga Anggota DPR RI, seperti Dedi Mulyadi dan TB Hasanudin. Mereka turut mengomentari pernyataan dari Arteria Dahlan yang dianggap sangat kontroversial dan dapat memicu ketegangan di tengah masyarakat.

Arteria Dahlan kemudian mengklarifikasi pernyataannya hanya sebatas untuk mengingatkan saja dan bekerja secara profesional. Ia menegaskan, “Kami mencoba meyakinkan publik untuk itu, tapi bayangkan di saat kita berusaha meyakinkan publik, masih ada kajati yang mempertontonkan kedekatannya dengan Jaksa Agung dengan menggunakan bahasa Sunda,” ujarnya.

Lantas, yang menarik untuk dibicarakan adalah bagaimana seharusnya sikap kita dalam menanggapi persoalan di atas, khususnya bagi yang beretnis Sunda, seperti saya?

Saya pribadi melihat persoalan ini sebagai hal yang cukup problematis, tentunya dalam sebuah rapat kerja yang formal penggunaan bahasa Indonesia akan lebih dominan digunakan ketimbang bahasa daerah.

Namun, penggunaan bahasa daerah juga dalam sebuah rapat formal biasa digunakan dalam momen-momen tertentu saja, contohnya ketika mengungkapkan ucapan selamat, pembukaan pidato atau penutup pidato, hingga celetukan di tengah-tengah rapat. 

Persoalannya adalah apakah penggunaan bahasa Sunda sendiri dalam sebuah rapat diperbolehkan?

Sepengetahuan saya, penggunaan bahasa daerah sah-sah saja digunakan, asalkan tidak selalu dominan menggunakan bahasa daerah karena dalam rapat akan dihadiri oleh orang-orang yang berasal dari daerah lain. 

Oleh karena itu, penggunaan Bahasa Indonesia harus tetap dominan digunakan. Hanya saja yang sangat disayangkan adalah apabila persoalan bahasa daerah tersebut seolah-olah ditanggapi dengan nada yang sifatnya ‘ofensif,’ maka hal tersebut yang menjadi perkara. Terlebih lagi apabila hal tersebut diungkapkan oleh pejabat publik seperti pernyataan Arteria Dahlan yang kemudian memicu kontroversi.

Persoalan ini tidak harus ditanggapi dengan ancaman untuk ditindak tegas atau mengganti Kajati yang Arteria maksudkan dalam pernyataannya, tetapi dapat dilakukan dengan cara yang lebih persuasif dan bijak. 

Jika hanya sekadar mengingatkan, apakah mesti dengan tindakan tegas atau menggantinya hanya karena persoalan ini? Tentu saja tidak, bahkan tidak ada landasan khusus yang mengatur jabatan seseorang dicopot hanya karena dalam rapat menggunakan bahasa daerah. Sangat konyol sekali kalau dicopot dan ditindak tegas karena persoalan ini.

Saya rasa, sebagai seorang pejabat publik, Arteria Dahlan seharusnya bersikap lebih bijak lagi dalam menyampaikan kritikannya tersebut, apalagi jika menyangkut kepada persoalan etnis yang memang cukup sensitif dan dapat memicu reaksi keras di tengah masyarakat. 

Hal lain yang perlu dipahami juga olehnya adalah penggunaan bahasa daerah yang dikombinasikan dengan Bahasa Indonesia adalah hal yang cukup sering kita temui, hal tersebut tentu saja untuk memudahkan dalam berkomunikasi dan juga dapat memperkaya keberagaman berbahasa.

Hal tersebut akan menimbulkan kontak antarbahasa, seperti yang diungkapkan oleh Masitoh (2013: 28), “Manusia melakukan proses interaksi dengan sesamanya, mereka dapat memakai lebih dari satu bahasa. Akibatnya, terjadi kontak antarbahasa.” Hal ini yang saya kira luput dari pengamatan Arteria ketika menyampaikan kritikannya tersebut.

Berkaca dari hal tersebut, sikap yang perlu kita lakukan adalah tentu saja dapat dilakukan dengan beberapa hal, yang pertama, bagaimana kita melihat persoalan ini secara holistik, artinya tidak hanya melihat permasalahan ini hanya hitam di atas putih, tetapi juga secara keseluruhan sehingga kita dapat memahami dengan jelas akar permasalahannya. 

Kedua, dapat mengkritik pernyataannya tersebut, tetapi tidak perlu dengan membawa-bawa persoalan lainnya. Apabila persoalan ini hanya sebatas pada permasalahan pernyataan dari Arteria, maka yang dijadikan bahan kritik tentu saja kontroversi pernyataannya tersebut dengan bahasa Sunda. 

Kontroversi tersebut tentunya harus disikapi secara serius oleh Arteria Dahlan untuk segera melakukan klarifikasi sekaligus meminta maaf atas sikapnya tersebut yang membuat “kegaduhan” di tengah masyarakat, tetapi hingga tulisan ini ditulis belum ada keterangan resmi dari yang bersangkutan.

BACA JUGA tulisan lain dalam rubrik Sudut Pandang atau tulisan Muhammad Firyal Dzikri Lainnya.

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran