--Kumpulan Puisi Euis Indrawati
Hidup tak pernah benar gelap
selegam hitam
tak juga benar cerah,
sebersih putih
Barangkali hidup adalah undak-undak bernama masa
maka pada tingkatnya yang kesekian, saya hidup lega
esok lagi saya lantang mendiktenya
diterjang jalan terang itu
polos tanpa sehelai ragu
menemui pelarian paling rahasia
yang sewaktu lalu hanya bersemayam dalam doa
menetap pada bagian-bagian terdalam jiwa
Saksi Kelu
Akan kutanyakan pada angin
dan biasnya dengan haru
kiranya arah mana yang ia tuju
hingga tak lagi menemui aku
akan kuminta kesaksian bau perdu
mengisi ruang hampa nan lembab
berapa lama penantian akan membawanya
apakah hanya bersemayam sepanjang abad?
kemudian akan kulerai cakram akar-akar yang terjalin
pada cengkraman gigih yang ia dalami
bagaimana bisa begitu kuat dari seru terjang angin?
Angin menjawab,
“sejauh dimensi tak kasat mata memisah dua kekasih”
bau perdu nan lembab bersaksi,
“selama pemilik hunian usang itu pergi”
dan pohon-pohon berterus terang,
“sedalam lapisan perih bagi mereka yang akrab dengan kehilangan”
Jika Ingin
Jika saja,
jika ingin—aku ingin jika padamu saja.
Tak tahu menahu
Tak kenal menua
Tak kisar betapa bias kini antara kita
Ruam memerah akhirnya melukai juga
Tak ingin banyak kamu di jahitan luka
Tapi jika ingin saja,
kembali hanya sebagai bunga
kembali bersama rekah dan ruahnya.
Kembali saja,
Kembali jika ingin.
Kembali jika ingin saja
Jika ingin saja
Jika ingin,
Kembalilah.
Melebur dalam Hening
Di kemudian hari aku gila dan padam
Hidupku —sekali, dua kali dan lebihnya,
hanya lara dan perkara
Esok hari aku melebur
Begitu sublim dengan ruang tak kasat rasa
Berdimensi buram dan samar
Maka di mana pun keberadaanmu tak lagi kubersamai
Dan,
dalam penjagaan Tuhan sajalah, Tuan
kurebahkan
Bak peluk ibu, mengasihimu
peluk ayah, dari ruammu itu
Namun dalam heningnya malam
Aku tak sampai hati, Tuan
Hingga melangitlah kamu
dalam aman dan damai.