Tawa Kuntilanak sebagai Bahan Menakuti atau Memikat Birahi

Sapitri Sri Mustari
890 views
','

' ); } ?>

Secara umum, kuntilanak adalah salah satu makhluk atau roh halus yang memiliki tawa melengking dan menyeramkan. Kuntilanak sendiri kerap digambarkan dengan jenis kelamin perempuan. Dikutip dari cnnindonesia.com, kuntilanak berperan sebagai penghubung dunia nyata dengan ‘ruh’ di era animisme. 

Pada riset yang berjudul Monsterisasi Perempuan dan Monoteisme (2022) karya Nadya Karima Melati, dijelaskan bahwa perempuan sangat erat kaitannya dengan kematian, seperti persalinan. Tingginya angka kematian setelah melahirkan membuat perempuan mudah diasosiasikan sebagai makhluk halus. Hal ini kemudian merujuk pada penggambaran Kuntilanak sebagai perempuan seram. 

Dikutip dari id.wikipedia.org, seorang antropolog Jerman menjelaskan bahwa munculnya cerita tentang hukum lokal dalam masyarakat Melayu di masa lalu merupakan solusi atas masalah keamanan yang kerap dialami perempuan saat mitos-mitos itu terbentuk. Hantu ini memiliki efek mengerikan yang dapat membuat pria manapun berpikir dua kali sebelum menganiaya wanita di malam hari. 

Kehadiran cerita mitologi tentang kuntilanak, oleh karena itu, merupakan bentuk perlindungan yang diciptakan oleh masyarakat untuk melindungi perempuan dari segala macam peluang buruk dan risiko buruk yang dihadapi perempuan ketika mereka keluar pada malam hari untuk kebutuhan penting, pada zaman dahulu, ketika mereka memiliki akses keamanan dan pengawasan serta keadilan tidak sebaik sekarang. Hal ini wajar dilakukan oleh masyarakat karena ancaman pemerkosaan terhadap perempuan sangat merugikan mereka, yang mana kemungkinan melahirkan anak akibat pemerkosaan atau dibunuh oleh pemerkosa merupakan ancaman bagi perempuan. 

Namun, dalam cerpen kuntilanak Monru karya Narudin yang terbit di koran Pikiran Rakyat ini, justru objek kuntilanak dijadikan sebagai bahan pemikat laki-laki. 

Bahan yang digunakan untuk memikatnya sendiri merupakan tawa khas kuntilanak yang merupakan ciri utama yang kemudian seharusnya membuat orang-orang takut akan nada tertawa seperti itu, bukan malah terpesona lalu jatuh cinta. 

Selain itu, tawa kuntilanak yang menyeramkan ini justru dibuat sebagai bahan pemikat untuk pelanggan hotel (dalam hal ini tempat seorang perempuan disewa untuk memuaskan hasrat pelanggan), sehingga Monru sebagai pemilik tawa kuntilanak ini menjadi pusat perhatian para tamu dan memiliki banyak pelanggan yang ingin dilayani olehnya, seperti yang terlihat pada kutipan berikut: 

Setelah Lelaki Apartemen itu, aku menjumpai banyak orang berbeda profesi: guru, dosen, dokter, polisi, politikus, pejabat tinggi, mahasiswa, termasuk sastrawan. Ah, yang terakhir itu, sastrawan, paling tak menyenangkan hatiku sebab ia terlalu penuh dusta dengan kata-katanya. 

Mas, aku tak perlu kata. Aku perlu uang. Kita main, lalu kau pergi. Titik Lalu, aku menghentikan tawa kuntilanakku dan ia pun pergi. Begitu penjelasan Monru kepada saya.

Ya, Kuntilanak Monru kini menjadi sorotan para tamu dan sumber utama cemburu atau ini teman-temannya di sana.

Selain menjadi pemikat tamu hotel, tawa kuntilanak milik Monru ini juga dijadikan sebagai bahan pemikat laki-laki untuk jatuh cinta sampai diajak menikah. Seperti terlihat pada kutipan berikut:

Ketika seorang yang mengirim segala kebutuhan Monru itu datang, Monru tertawa seperti kuntilanak. Langsung saja si Pengirim Segala Kebutuhan itu terpincut oleh Monru menyatakan cinta, diterima cintanya oleh Monru, dan mereka tinggal di apartemen itu bersama layaknya suami-istri.

Bahkan penulis yang menceritakan kisah Monru dalam cerpen ini pun dibuat terpikat oleh tawa kuntilanaknya, yang kemudian terpengaruh, seperti terlihat pada kutipan berikut:

Begitulah cerita pendeknya. Dan setelah Monru bercerita demikian, saya tak tahu, tiba-tiba Monru tertawa laksana kuntilanak di depan saya. Dan sungguh saya pun lelaki normal seperti lelaki-lelaki lain yang mudah ter-pengaruh.

Dari seluruh objek (laki-laki) yang dibuat terpedaya oleh tawa kuntilanak milik Monru, saya kemudian menyimpulkan bahwa penggambaran tawa kuntilanak yang menyeramkan yang seharusnya membuat orang lain takut dan dapat lebih menjaga wanita seperti yang diungkapkan oleh ahli antropologi asal Jerman, kini malah dianggap sebagai sesuatu yang memikat dan mempesona laki-laki, yang kemudian membuatnya disetubuhi, dinikahi, dan dikagumi secara berlebihan. Peran tawa seram milik kuntilanak seolah tidak ada harga dirinya di mata para tuan, abang, om, bapak, mas, bahkan mungkin adek kecil sekalipun di dalam cerpen ini. Tawa kuntilanak yang dilontarkan Monru justru menjadi pemikat pria untuk melakukan hal intim, bukan malah menjadi sesuatu hal yang patut dihindari. Hal tersebut kemudian dapat memunculkan stigma bahwa salah satu pelindung perempuan dari tindak pelecehan laki-laki kini telah memudar satu hal, senjata yang seharusnya menjadi penakut, justru malah berguna sebaliknya.

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran