Pagelaran Lakon Putri Kaniswara: Manusia sebagai Objek Sandiwara

Redaksi Pena Budaya
669 views
','

' ); } ?>
Putri Kaniswara menari bersama dayang. (Foto: Hana Hanifah)

Putri Kaniswara menari bersama dayang. (Foto: Hana Hanifah)

 

Barangkali waktu adalah jawaban dari semua kegelisahan. Hasil tidak akan membohongi proses. Manusia hidup dalam satu lingkup kecil yang menjadikannya objek dalam kehidupan. Kehidupan fiksi atau bukan, tetaplah manusia juga yang menjadi objek panggung sandiwara. Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya, manusia tidak akan terlepas dari lakon yang ia perankan. Bahkan Gatot Kaca yang konon adalah keturunan buta pun memerankan lakon yang berbeda dengan asal-usul kehidupannya.

(27/11) Lises Unpad mempersembahkan Pagelaran Lakon Putri Kaniswara. Dalam pementasan tersebut, bukan hanya seni peran yang ditampilkan. Seni tari, musik, kriya, dan sinematografi merupakan runtutan jenis seni yang turut serta dalam pertunjukan tersebut. Ada hal menarik dalam pementasan semalam. Lakon “Putri Kaniswara” menggabungkan wayang orang, wayang golek, dan multimedia yang dikemas begitu apik dengan cerita yang menarik dan tidak membosankan.
“Sangat mengapresiasi acara ini. Apalagi melihat kolaborasi wayang orang dan wayang golek yang dikemas menarik. Saya harap acara-acara seperti ini sering-sering diadakan karena acara seperti ini dapat mengembangkan budaya Sunda, apalagi pementasan inikan melibatkan wayang golek yang merupakan budaya Sunda” ujar Anton, Mahasiswa Sastra Sunda yang kami temui selepas pertunjukan.
Lakon Putri Kaniswara sendiri merupakan cerita fiksi yang diambil dari kisah pewayangan. Lakon yang melibatkan Suteja dan Gatot Kaca ini mengandung pesan moral yang patut kita tiru bahwa manusia pada dasarnya adalah bersih akan tetapi kesombongan dan ketidakjujuran seseorang adalah faktor-faktor yang menyebabkan manusia menjadi kotor. Hal tersebut tercermin dalam peran Gatot Kaca yang mendapatkan Putri Kaniswara atas ketulusan hatinya, mengalahkan kegelisahannya akan menikahi Emban, seseorang yang ia temui di hutan. Meskipun ia adalah keturunan buta, tetapi ketulusan hatinya dapat mengalahkan kesombongan yang dimiliki Suteja keturunan Raja.
“Persiapan acara cukup mendebarkan karena takut ekspektasinya tinggi, tapi 97% dari ekspektasi itu terjawab. Semua elemen yang ada di Lises bahu-membahu membuat kerjasama” ujar Apep A.S. Hudaya, Dalang Lakon Putri Kaniswara yang kami temui selepas pementasan. (Nunung Nurjanah)

 

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran