Mencakapi Bogor, Sehimpun Puisi Dzaky

M Dzaky Abdullah
1027 views

BOGOR: KISNBBDDTSDSWSMPDSBPDPNITSDDSADLDADBDKKesayangan

Kotaku
Kotak kotak
Berkotak kotak
Dikotak
Berklotak-klotak;
Delman dan hujan
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk
tik. tik. tik. di atas genteng
banjiirR!
Kudanya hanyut..
Penumpang kecewa,
yang diminta klarifikasi ya Bima Arya.

Sekolah Alam

Teriak riak air sungai itu
merdu sekali didengar mereka
bising sekali didengar mereka

Dan bocah-bocah dekil itu
tak peduli hujan, atau banjir bah yang diundangnya
karena kelas kayu mereka
sekuat rangka baja
sekokoh tanda baca

Dan dekil dekil bocah itu
tak hilang oleh mandi atau tobat
karena besar ia sudah
semakin mengerti juga dia
Dunia melambat, sakit merambat

maka takan dilepas oleh ia
kelasnya
sekolahnya,
alamnya

Teriak riak air sungai itu
merdu sekali didengar oleh-Nya
bising sekali didengar ia

Percakapan Hujan

“Mengapa jangkrik tu masih sempat-sempatnya berisik, di tengah hujan begini?”, kali ini dia benar-benar penasaran.
“Sama halnya lah kau dengan dia itu bang,

nyari kawin..”
krik krik krik

Gerimis sedikit.. sunyi.

tik tik tik

tes tes tes

tik tes tik tes

perlukah hujan ikut menjawab?

Masjid Putih Baranangsiang

Mengenai
masjid putih komplek kami
yang telah rata dengan tanah.

Ini masjid tempat kami
sembahyang, kami semua.
Ini masjid tempat kami
Subuh dan tarawih saat Ramadhan,
Dzuhur dan Ashar saat diminta.

Ini masjid khutbah menggebu-gebu
Dan parkiran pengajian mingguan yang menghalangi jalan.
Ini masjid sajadah dua shaf pertama,
dengan sapi dan unta imbalannya.
Ini masjid dua lantai,
lantai paling bersih di antaranya.
Dan ini lantai yang selalu dilap-lap
tiap-tiap salat jamaah
yang bukan di antaranya.

Ini tentang warga 5 waktu tanpa absen,
dan lantai putih yang kondesen.
Atau tuntutan tajam tentang panjang pendek celana.
Ini tentang kami yang diminta diam tanpa banyak tingkah.
Lagi -ini tentang khotbah yang menggebu-gebu.

Suatu ketika,
tiang-tiang bambu dan sekat
menutupnya sesaat.
Lalu sesaat berubah
jadi selama
dan sampai kapan.
Siapa dari umat yang tak rindu panggilannya?
-kecil kami tak kenal benci.

Dan ini tentangku
yang melewati tanah rata
depan komplek sepi kami,
sekat itu berdiri.
Ini tentang masjid yang merubuhkan dirinya sendiri.

Gausah ke Bogor

Tempo hari aku berangkat
menuju Bogor yang berisik
menuju Bogor yang sudah
jadi papan iklan
Tempo hari aku pulang
bawa pertanyaan

Adakah sang patriark
bersama macannya
di Padjadjaran
atau hanya berupa
jalan macet yang menuntun
turis pada jebakan?

Adakah rumah saat
aku pulang?

Mungkin Bogor dan
hujan hanya menang
di nama
dan ekspektasi pendatangnya
Mungkin Bogor
dan hujan hanya
rintik-rintik morse
yang benci kesendirian.

[Amoreena-nya Elton John
terdengar samar]

Editor : Irna Rahmawati

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran