Menarik Kembali Makna Sumpah Pemuda Asli

Elsa Salma Benanny
449 views

Oktober menjadi salah satu bulan penting bagi Indonesia karena sedikitnya terdapat dua peristiwa besar di bulan ini. Tanggal 1 Oktober yang diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila setelah peristiwa G30S dan 28 Oktober yang diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. 

Biasanya, pada tanggal 28 Oktober ini, orang-orang akan ramai membagikan postingan bertuliskan “Selamat Hari Sumpah Pemuda” yang kadang dibarengi tambahan caption yang menjunjung peran dan semangat pemuda. Wajar, ini wujud dari rasa bangga kita. 

Tentunya, tanggal ini dikatakan penting karena ada kisah di baliknya. Seperti yang kita tahu, sejarah mengungkapkan sumpah pemuda melahirkan tiga poin penting hasil Kongres Pemuda II pada tahun 1928. 

Tiga poin penting itu kita sebut dengan ikrar Sumpah Pemuda. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat sedikit perbedaan pada bunyi salah satu poin sumpah pemuda, tepatnya poin ketiga. Pada naskah asli, poin terakhir itu berbunyi, “Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Namun, terdapat bunyi yang berbeda dan beredar di masyarakat, yakni “Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia.” 

Bunyi teks tersebut dengan mudah saya temukan, misalnya adalah ketika saya bertanya kepada teman saya secara acak. Beberapa dari mereka menyebutkan inti dari isi Sumpah Pemuda adalah “Bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu.” Selain itu, ketika saya berselancar di internet pun, banyak muncul poster-poster bertuliskan demikian. Mirisnya, poster-poster tersebut di-posting oleh situs web pemerintah.

Jika kita intip sejarah, pemuda saat itu membuat poin per poin ikrar dengan tujuan yang pasti. Tujuan dan makna dari poin ketiga sederhananya untuk mempersatukan rakyat Indonesia lewat bahasa. Karena bahasa yang dipakai tiap daerah berbeda, maka disetujuilah bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Tentunya tak lain untuk memudahkan komunikasi karena latar belakang dan bahasa yang beragam. 

Mungkin sebagian orang tidak terlalu memperhatikan perbedaan tersebut. Namun, jika ditilik lebih jelas, terdapat makna yang berbeda di dalamnya. Pemaknaan ini dapat saja mengubah persepsi dari tujuan bunyi ikrar butir Sumpah Pemuda tersebut. 

Pada teks asli menyatakan bahwa sebagai pemuda Indonesia bahasa persatuan perlu dijunjung. Sedangkan, apa yang diketahui sebagian masyarakat umum dapat menimbulkan pemaknaan bahwa hanya bahasa lndonesia saja yang kita gunakan, berbahasa satu, bahasa Indonesia. Padahal, bahasa di Indonesia tidak hanya satu. Kita punya banyak sekali bahasa daerah, bahkan terkadang dalam satu bahasa terdapat perbedaan lagi di dalamnya. Semboyan kita saja Bhinneka Tunggal Ika. 

Bahasa menjadi salah satu identitas dan ciri khas suatu bangsa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan tentunya perlu kita anggap penting dengan cara menjunjungnya seperti dalam ikrar Sumpah Pemuda. Namun, jangan pernah lupa, kita masih punya bahasa daerah yang perlu dilestarikan. Bahasa daerah menjadi bahasa ibu kebanyakan anak di Indonesia. Hilangnya bahasa dalam suatu bangsa dapat menjadi penyebab keruntuhan pada bangsa itu. Bukankah sebuah bangsa akan bertahan apabila bahasanya tetap bertahan?

Dilansir dari Kompas.com, bahasa daerah makin terkikis karena sepi penutur. Kemendikbud pun mencatat ada 11 bahasa daerah yang punah. Saya merasakan, misalnya di lingkungan pendidikan, banyak siswa hingga mahasiswa memang menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan dulu saat masa saya sekolah, guru saya berpesan, “gunakan bahasa Indonesia saja daripada menggunakan bahasa sunda kasar untuk bicara.” 

Bahasa Indonesia menjadi jawaban untuk memperbaiki bahasa daerah yang kurang baik didengar. Namun, menurut saya efek samping dari nasihat tersebut adalah perlahan siswa melupakan bahasa daerahnya sendiri. Belum lagi jika guru bahasa daerahnya tidak memiliki cukup kekuatan untuk menggemborkan bahasa ibu. 

Slogan “Utamakan bahasa persatuan, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing” sangat perlu untuk terus diingatkan dan ditanamkan dalam pemikiran kita sebagai generasi penerus bangsa. Karena jika pada periode kita saja bahasa daerah mulai terkikis, bagaimana dengan periode selanjutnya? Apakah kemungkinan semakin banyak bahasa daerah akan punah? Tentunya kita harus mencegah kemungkinan itu terjadi. 

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran