Jakarta — Ratusan massa aksi berunjuk rasa di depan DPR RI pada Jumat (5/9). Disambut dengan guyuran hujan Jakarta, mahasiswa yang berpakaian pink dan hijau sampai di tempat aksi sekitar 13.45 WIB. Unjuk rasa yang mengusung tema “Piknik Nasional Rakyat: Menagih Deadline 17+8” adalah aksi damai yang bertujuan untuk mendesak pemerintah agar segera memenuhi tuntutan rakyat. Hal ini dikarenakan tenggat waktu tuntutan 17+8 pada Jumat lalu, namun belum ada hilal penyelesaian.
Tuntutan Rakyat 17+8 ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu 17 tuntutan jangka pendek yang seharusnya dipenuhi paling lambat pada tanggal 5 September 2025, dan 8 tuntutan jangka menengah yang harus dipenuhi hingga 31 Agustus 2025.
Aksi Berjalan Damai
Massa aksi duduk melingkar di sekitar gerbang DPR. Aksi dimulai dengan adanya pembukaan oleh Ketua dan Wakil BEM Unpad, Vincent Thomas dan Ezra Al Barra. Aksi dilanjut dengan permainan tradisional seperti perepet jengkol, mimbar bebas, dan beberapa aktivitas ruang publik lainnya. Bahkan, di sekitar massa aksi terdapat lapak baca buku Perpustakaan Jalanan Jatinangor. Selain itu, terdapat beberapa orang yang membagikan konsumsi secara gratis untuk dinikmati oleh orang-orang yang berada di sekitar tempat aksi.
Massa aksi terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Aksi ini tidak hanya dihadiri oleh mahasiswa, tetapi juga terdapat masyarakat sekitar serta driver ojek online yang turut bersuara.
Suara dari Rakyat: Dari Cosplayer hingga Ibu-ibu Pedagang
Salah satu massa aksi yang turut turun pada Jumat lalu adalah seorang cosplayer bernama Togimaru. Di tengah masa aksi yang memakai pakaian bernuansa Brave Pink dan Hero Green, ia mengenakan pakaian Luffy dari One Piece. Di sampingnya, terdapat bendera One Piece yang berkibar.
Bendera One Piece sempat menjadi polemik di bulan Agustus kemarin. Pemerintah dan sejumlah anggota parlemen mengecam pengibaran bendera tersebut. Mereka menganggap pengibaran bendera One Piece sebagai tindakan provokatif dan bisa memecah belah bangsa.
“Tentunya (saya) ingin ikut turun langsung, ya. Memperjuangkan suara teman-teman, suara masyarakat, dan saya kurang suka teman-teman yang di medsos itu terlalu berisik tapi tidak pernah turun langsung ke jalan,” Ucap Togimaru, saat diwawancarai oleh Tim Liputan dan Berita Pena Budaya pada Jumat lalu.
Menurutnya, banyak sekali rekan-rekan yang memposting ulang tuntutan-tuntutan, namun kurang paham maksud di baliknya, “Katanya mau menyuarakan? Tapi kok cuma tulisan ‘doang? Kita kan gak bisa dengan tulisan (saja) gitu. Tulisan itu cuma bisa kita baca. Suara itu ada kalau kita bersuara,” lanjut Togimaru, ketika ditanya alasan ia turun ke jalan.
Di sisi lain, terdapat seorang ibu-ibu yang tengah duduk di sekitar DPR RI bersama beberapa orang lainnya. Ibu yang berinisial A ini menceritakan bagaimana ia sempat menyaksikan demo-demo yang terjadi di akhir Agustus kemarin. Ibu A mengatakan jika ia biasanya tidak ikut aksi, namun hanya berdagang di sekitar tempat yang dilalui massa aksi.
“Baru dua hari ini aku kesini karena katanya ada demo damai,” ucap Ibu A. “Semoga suara-suara para pendemo, suara mahasiswa didengar sama orang-orang di atas sana. Supaya semuanya sama-sama nyaman lah,” sambungnya.
Aksi Bubar sebelum Gelap
Aksi ditutup dengan Finger Painting yang dilakukan oleh massa aksi. Selembar kain putih panjang dibentangkan di tengah-tengah. Kain itu lalu terisi dengan cetak tangan berwarna pink dan hijau.
Massa aksi bubar sekitar pukul 16.50. Massa aksi dengan tertib membentuk beberapa barisan sebelum akhirnya berjalan kompak di sisi jalan. Sesekali terdengar seruan aspirasi rakyat, yel-yel, serta lagu-lagu perjuangan datang dari massa aksi.