Love Letter (1995): Glimpse of Us & Menjadi Dia Versi Film

Gloriyana Firdaus
1052 views
','

' ); } ?>

Love Letter merupakan film asal Jepang yang sangat populer pada tahun 1995. Film yang ditulis oleh Shunji Iwai ini tidak hanya populer di negara asalnya saja, tetapi juga di mancanegara khususnya Korea Selatan. Film ini menjadi salah satu film Jepang yang ditayangkan di bioskop Korea Selatan, setelah Perang Dunia II. Selain itu, film bergenre romance ini juga menjadi inspirasi Korea Selatan dalam membuat film dan drama dengan genre yang sama. Berkat kepopulerannya, pada Desember 2020 lalu, film ini ditayangkan ulang di bioskop Korea Selatan dalam rangka memperingati 25 tahun Love Letter.

Meski termasuk dalam  kategori film yang terlampau lama, masih banyak acara dan drama Korea yang mereka ulang adegan-adegan dalam Love Letter. Salah satu reka ulang yang cukup terkenal adalah parodi beberapa iconic scene dalam Love Letter yang dilakukan oleh Twice, girl group populer asal Korea Selatan. 

Dalam music video mereka yang berjudul ‘What is Love?’, adegan saat Fujii Itsuki remaja di perpustakaan dan Hiroko berteriak di hamparan salju direka ulang oleh para member. Selain Twice, member Super Junior yaitu Kyuhyun mengaku bahwa lagu yang berjudul ‘Love Novel’ dalam album terbarunya juga terinspirasi dari Love Letter. 

Salah satu hal yang membuat film ini begitu populer adalah jalan ceritanya yang seru. Film ini bercerita tentang Watanabe Hiroko (Miho Nakayama) yang kehilangan tunangannya, Fujii Itsuki (Takashi Kashiwabara) yang jatuh ke jurang saat mendaki gunung bersama teman-temannya. Hiroko tidak pernah berkunjung ke rumah Itsuki setelah kematiannya, baru berkunjung lagi setelah upacara peringatan 2 tahun kematian Itsuki. Di sana Hiroko melihat buku tahunan SMP milik Itsuki dan menemukan alamat tempat tinggalnya yang lama. Ibu Itsuki menjelaskan bahwa dulu mereka pernah tinggal di Otaru, dan rumah mereka yang lama sekarang sudah berubah menjadi jalan raya. 

Hiroko diam-diam mencatat alamat tersebut, lalu mengirim surat ke sana. Tak disangka, Hiroko mendapatkan balasan. Awalnya Hiroko merasa bahwa itu adalah pesan dari surga, dan tunangannya lah yang membalas surat tersebut. Namun setelahnya, Hiroko mengetahui bahwa yang membalas suratnya selama ini bukanlah Itsuki tunangannya, melainkan perempuan dengan nama yang sama persis, Fujii Itsuki. 

Itsuki-perempuan (Miho Nakayama) ternyata merupakan teman sekelas mantan tunangannya saat SMP. Lalu Hiroko memintanya untuk menceritakan hal-hal yang ia ingat tentang mantan tunangannya tersebut. Dari sinilah Hiroko mengetahui fakta lain mengenai hubungannya dan laki-laki tersebut. 

Film ini sudah berusia 27 tahun, tapi sama sekali tidak tertinggal zaman. Hal ini karena cerita dalam Love Letter terbilang relatable oleh remaja di Indonesia. Film Love Letter juga memiliki sedikit kesamaan dengan lagu yang belakangan ini sempat viral di kalangan remaja Indonesia, yaitu ‘Glimpse of Us’ dari Joji dan lagu ‘Menjadi Dia’ milik Tiara Andini. Sekilas dua lagu ini memiliki makna yang hampir mirip, yaitu tentang seseorang yang belum move on dari kekasih lamanya. 

Namun, berbeda dengan dua lagu tersebut yang mengisahkan seseorang yang belum move on dari sang mantan kekasih, film ini lebih memberikan pesan tersirat dalam setiap adegannya. Terlebih lagi Itsuki (laki-laki) maupun Itsuki (perempuan) tidak pernah saling mengutarakan perasaan satu sama lain secara langsung. 

Dalam film ini, karakter Hiroko dan Itsuki (perempuan) dewasa diperankan oleh satu aktris yang sama, yaitu Miho Nakayama. Dari sini sebenarnya sudah jelas, bahwa film ini ingin menyampaikan bahwa alasan Itsuki memilih Hiroko karena ia mirip dengan Itsuki (perempuan). Kemiripan ini tervalidasi saat Itsuki (perempuan) dan Hiroko secara tidak sengaja bergantian menaiki sebuah taksi yang sama. Menurut supir taksi tersebut, penumpang sebelumnya yaitu Itsuki (perempuan) terlihat mirip dengan Hiroko.

Selain itu, ada adegan yang memperlihatkan Itsuki (laki-laki) langsung mengajak Hiroko berkencan saat pertama kali mereka bertemu. Padahal menurut Akiba (Etshushi Toyokawa) yang merupakan teman Itsuki sekaligus orang yang memperkenalkan Itsuki dengan Hiroko, Itsuki tidak pernah tertarik untuk dekat dengan perempuan. Itsuki mengaku bahwa itu adalah cinta pandangan pertama, padahal jelas karena Hiroko memiliki wajah yang mirip dengan Itsuki (perempuan).

Di dalam film ini juga terdapat adegan Hiroko mengatakan bahwa sebenarnya Itsuki tidak pernah melamarnya. Itsuki hanya diam selama 2 jam dengan cincin di tangannya dan Hiroko lah yang akhirnya mengajak Itsuki untuk menikah. Saat menonton mungkin kita tidak akan terlalu peduli, kita mungkin hanya akan beranggapan bahwa Itsuki gugup, pemalu, dan tidak suka mengobrol persis seperti apa yang Akiba katakan. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah Itsuki masih bingung dengan perasaannya pada Hiroko, ia tidak enak hati memilih Hiroko karena mirip dengan Itsuki (perempuan).

“Cintaku berhembus mengikuti angin selatan….” (Lagu milik Seiko Matsuda)

Itsuki menyanyikan lagu milik Seiko Matsuda itu saat ia jatuh ke jurang. Padahal menurut Akiba, Itsuki tidak suka mendengar musik, bahkan ia kurang suka lagu milik Seiko Matsuda. Hiroko sendiri tidak mengetahui itu lagu apa. Awalnya ia mengira itu lagu perkumpulan. Adegan ini menjelaskan bahwa Hiroko tidak tahu banyak tentang tunangannya itu.

Ada juga adegan di saat Itsuki (perempuan) menceritakan masa SMP-nya dan Itsuki (laki-laki) melalui surat, Hiroko membalas: “Itsuki yang kamu ceritakan berbeda dengan yang aku tahu, tapi benar bahwa mereka orang yang sama”. Adanya perubahan karakter Itsuki (laki-laki) dari masa SMP ke dewasa sebenarnya wajar-wajar saja, tetapi dalam film ini ada pesan tersirat bahwa Hiroko tidak sepenuhnya mengenal tunangannya itu. Sikap yang ditunjukkan oleh Itsuki (laki-laki) kepada Hiroko dan Itsuki (perempuan) berbeda dalam artian sikap kepada orang yang disuka. Karena hal tersebut, maka jelas Hiroko tidak tahu banyak mengenai tunangannya itu.

Meski pemeran Hiroko dan Itsuki dewasa adalah orang yang sama, penonton tidak akan kebingungan, karena karakter Hiroko dan Itsuki (perempuan) hampir bertolak belakang. Hiroko adalah gadis yang lemah lembut dan anggun, sedangkan Itsuki (perempuan) cenderung memiliki sifat yang blak-blakan, ceria, dan sedikit keras kepala. Mereka juga berada di kota yang berbeda, Itsuki di Otaru dan Hiroko di Kobe.

Love Letter sendiri sebenarnya tidak hanya berfokus pada cerita Hiroko dan Itsuki (laki-laki) saja, tetapi juga cerita Itsuki (laki-laki) dan Itsuki (perempuan) saat remaja. Bahkan adegan-adegan iconic dari film ini berasal dari adegan masa remaja Fujii Itsuki. Masa remaja mereka adalah penyeimbang untuk film ini. Itsuki (laki-laki) dan Itsuki (perempuan) yang selalu diejek teman sekelas mereka karena namanya sama, kertas ulangan yang tertukar, teman satu kelas yang sepakat untuk menulis nama mereka dalam pemilihan penjaga perpustakaan, hingga akhirnya mereka berdua harus menjaga perpustakaan bersama-sama. Itsuki (perempuan) berkata bahwa hubungannya dengan Itsuki (laki-laki) hanya sekedar nama yang sama, dan tidak ada bumbu romantisnya. Namun bagi penonton, tentu akan berpikir sebaliknya.

Selain ceritanya yang menarik dan seru, sinematografi film ini juga tidak perlu diragukan lagi kehebatannya. Film ini berlatar di tempat yang bersalju, tetapi memberikan kesan yang hangat terhadap penonton. Film ini juga tidak terasa seperti film yang dirilis 27 tahun yang lalu berkat sinematografinya, tidak akan kalah saing dengan film-film produksi Netflix yang dirilis baru-baru ini.

Sebagai kesimpulan, film ini mengajarkan kita untuk bisa berdamai dan ikhlas dengan masa lalu, persis seperti yang dilakukan Hiroko. Hiroko tidak hanya melepas Itsuki yang sudah meninggal, tetapi juga melepas kenangan dan rasa sakit mengenai alasan Itsuki memilihnya selama ini.

Subscribe
Notify of
guest

2 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Virtesse

Tulisan bagus dan ringan, serasa nonton film langsung

Pengagum Rahasia

Mantapp

Last edited 1 year ago by Pengagum Rahasia

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran