Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk: Strategi Putin Mendukung Gerakan Separatis Ukraina Timur

Muhammad Rafi Akbar
643 views
Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk

Konflik Rusia-Ukraina baru-baru ini mencapai level baru. Rusia saat ini sudah melakukan operasi militer terhadap Ukraina, dengan peruntukan membela wilayah Ukraina Timur: Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk. Kota-kota besar seperti Kharviv, Odessa, Mariupol, dan Kiev, menjadi target serangan pada 24 Februari 2022 lalu. 

Sebelumnya, perlu diketahui jika di Ukraina Timur terdapat gerakan separatis yang pro-Rusia. Kelompok separatis ini merebut gedung-gedung pemerintah di Donetsk dan Luhansk, pada April 2014. Kemudian, memproklamirkan pembentukan dua republik baru dan mengajukan permohonan untuk menjadi bagian dari Rusia. Namun, pada saat itu, pihak Moskow belum menanggapinya secara resmi. 

Bagaimana bisa terdapat golongan pro-Rusia di Ukraina Timur?

Wilayah Ukraina Timur memiliki kesamaan dengan Rusia secara kebudayaan, bahasa, dan agama. Jejak historisnya dapat ditarik sejak Kekaisaran Rusia, sebab kedua negara ini memiliki hubungan erat satu sama lain. 

Akan tetapi, konflik yang bergejolak seiring berjalannya waktu menciptakan kontradiksi, seperti usaha Rusifikasi Ukraina oleh Kathrie the Great pada 1700, terjadinya genosida dan kelaparan massal oleh Joseph Stalin di wilayah Ukraina Timur pada 1930, sampai akhirnya wilayah ini dihuni oleh etnis Rusia pada 1940. Dari sini, dapat kita ketahui bagaimana wilayah Ukraina Timur memiliki kedekatan dengan Rusia dan cenderung memiliki kelompok pro-Rusia.

Kembali lagi dalam konflik yang berkecamuk. Sebelum Rusia menyerang Ukraina, Rusia sendiri telah menandatangani dekrit yang menyatakan pengakuan kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk, pada Senin 21 Februari 2022.

Dalam menanggapi hal ini, saya rasa, Rusia di bawah Putin mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk adalah agar Rusia memiliki “boneka” barunya lagi–yang dapat mengatur segala kepentingannya. 

Klaim saya ini didasari pada dilengserkannya presiden Ukraina, Victor Yanukovych, yang pro-Rusia pada 26 Februari 2014, oleh parlemen Ukraina melalui pungutan suara. Pelengseran ini merupakan tanggapan dari protes massal mengenai kebijakan kontroversialnya yang menolak asosiasi antara Uni-Eropa dan Ukraina. Sementara, banyak harap dari masyarakat Ukraina (yang tidak pro-Rusia) agar bisa tergabung ke dalam Uni-Eropa. 

Maka dari itu, jika Victor Yanukovych bisa sedemikian rupa berani mengambil tindakan menolak asosiasi dengan Barat, maka Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk bisa melakukan hal lebih dari itu karena mereka memiliki latar historis yang cukup kuat menentang Ukraina selama menjadi gerakan separatis. Lebih-lebih lagi pro-Rusia.   

Dengan demikian, pengakuan kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk tentu merupakan sebuah upaya bagi Rusia untuk membangun pertahanan dan kekuatan di wilayah Timur Ukraina dan menghindari wilayah ini sebagai basis pertahanan NATO. Hal ini juga untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ke depannya bila Ukraina bergabung dengan NATO.   

Sekalipun Rusia sendiri enggan mengakui aneksasi wilayah yang dinaungi gerakan separatis Ukraina saat ini, tetapi pola yang dikenakan ialah pihak kedua sebagai “boneka”-nya–untuk membendung dan menggertak Ukraina Timur. Ini terlihat sebagai titik balik dari usahanya yang pernah menganeksasi Krimea sebagaimana telah memenangkan suara terbanyak dalam veto dan ditandatanganinya undang-undang aneksasi oleh Putin pada 21 Maret 2014. 

Dengan ini, dapat disimpulkan: Rusia berusaha membendung (kemungkinan) pengaruh NATO di Ukraina bila mana Ukraina bergabung dengan Uni-Eropa kelak. Rusia menentang hal tersebut karena berkaitan dengan wilayahnya yang “terancam” jika negara tetangganya, Ukraina, bisa menjalin kerjasama dengan Barat (walaupun Ukraina sendiri membatalkan bergabung dengan NATO). 

Maka dari itu, didukungnya pemerintahan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk pada 21 Februari 2022, merupakan upaya cepat tanggap Rusia menangani wilayah yang dapat mempertahankan pengaruh Rusia di Ukraina Timur. Bukan hanya itu, Putin juga mengeklaim Ukraina berdasarkan jejak historis yang panjang: Rusia dan Ukraina adalah satu. Klaim Putin ini berdasarkan pada wilayah Ukraina yang dulu pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia 

Sementara bagi Ukraina sendiri, operasi militer yang dilancarkan menjadikan ancaman baginya.  Kondisi ini tidak menguntungkan Ukraina, karena Ukraina benar-benar sendiri menghadapi Rusia. Lebih lagi ketika Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk telah diakui kemerdekaannya dan Belarusia yang membantu Rusia. Maka dari itu, Rusia memiliki kekuatan tambahan dan Ukraina terpojok dalam bayang-bayang Rusia yang mulai bergerak maju. 

Menurut hemat saya, barangkali memang betul, jika kita menilik Rusia, mereka tidak akan menganeksasi Ukraina. Hanya saja, dalam hal ini, Rusia menginginkan bentuk pemerintahan Ukraina yang pro terhadap Rusia.

BACA JUGA Tulisan lain dalam rubrik Sudut Pandang dan tulisan Muhammad Rafi Akbar lainnya.

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran