Mahasiswa Universitas Padjadjaran pasti mengenal atau bahkan sesekali pernah mencoba sepeda berbasis listrik, yakni Beam. Unpad memang telah bekerja sama dengan Beam Mobility dalam mendorong ketersediaan angkutan kampus yang ramah lingkungan guna terealisasinya Green Campus, jumlahnya bahkan mencapai 500 unit. Peletakkan Beam cukup strategis, yakni disetiap sudut-sudut fakultas maupun public space seperti Student Center.
Namun, meskipun sepeda listrik Beam memberikan banyak manfaat dalam hal mobilitas yang negatif karbon, penggunaannya juga membawa tantangan tersendiri. Melihat dari sisi pengendara, salah satu faktor utama yang sering menimbulkan kecelakaan adalah kurangnya pemahaman tentang cara mengoperasikan sepeda listrik dengan baik dan aman. Banyak mahasiswa yang sebenarnya tidak mempunyai pengalaman mengendarai sepeda motor, tetapi nekat mengendarai Beam. Pada dasarnya, walaupun ia berbasis sepeda, tetapi tetap diperlukan basic skill seorang pengendara motor agar terbiasa dengan kecepatan dan fitur yang ditawarkan oleh Beam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas dan kondisi sepeda Beam itu sendiri juga memegang peran vital dalam keamanan berkendara. Salah satu contoh nyata adalah yang dialami oleh Aryanti, seorang mahasiswi Fakultas Pertanian yang mengalami kecelakaan saat mengendarai Beam. Dalam sebuah wawancara dengan Pena Budaya, dirinya menceritakan pengalaman traumatis tersebut pada minggu menjelang acara Prabu (Penerimaan Raya Mahasiswa Baru) 2024. Pada Minggu, saat tidak ada transportasi odong, ia memutuskan untuk naik Beam dari asrama untuk mengambil peralatan Prabu dan uang di ATM Center. Perjalanan tersebut berlangsung aman hingga ia mencapai turunan. Kecepatan Beam yang tinggi membuatnya sulit untuk mengerem dan menyebabkan Aryanti menabrak pengendara Beam di jalur berlawanan. Saat kejadian tersebut, Aryanti langsung pingsan.
“Kepala aku dijahit 3 jaitan, dan aku gak bisa buka mata hampir satu minggu, aku jugabolak-balik ke rumah sakit di bagian saraf kepala. Setelah sekitar dua minggu jaitan, aku maksain untuk hadir di kelas pertama,” ungkapnya.
Kecelakaan tersebut membuat Aryanti mengalami trauma, dirinya juga kerap merasa sedih karena banyak sudut Unpad yang belum dijelajahi olehnya. “Aku sedihnya jadi kurang kenal banyak orang karena sakit, dan kebingungan juga kalau harus ke tempat-tempat lain, kayak UKM tuh di mana, balman tuh di mana jadi kayak sedih banget. Mana sedih juga gak bisa ikut Prabu dan Osfak. Terus sampai sekarang aku setiap liat orang yang naik Beam tuh kayak merinding aja takut mereka kenapa-napa.”
Menilik lebih lanjut penyebab kecelakaan Beam yang dialami oleh Aryanti, adalah karena adanya masalah teknis, yakni rem yang kurang responsif dan helm yang tidak bisa dibuka karena adanya bug dalam sistem aplikasi Beam. “Ada beberapa Beam yang helmnya gak bisa diambil loh tetap nyatu, jadinya aku gak pake helm. Beam-nya remnya juga gak langsung pakem,” ungkap Aryanti. Kendati demikian, ia juga mengakui bahwa dirinya salah. Saat ditanya mengenai siapa yang salah pada kecelakaan tersebut, Aryanti mengungkapkan, “Beam sama akunya sih, akunya nekat beraniin diri buat naik Beam padahal gak bisa bawa motor.”
Dalam menghadapi fenomena ini, penting untuk mengatasi kedua aspek tersebut secara bersamaan, antara kesiapan pengendara dan Beam itu sendiri. Ghinaa, seorang mahasiswi FIB sekaligus salah satu pengendara motor, menjelaskan bahwa Beam seharusnya dapat mendukung mobilitas mahasiswa di sekitar kampus. Namun, ia mengamati bahwa sering sekali pengendara Beam tidak memiliki pengalaman mengendarai motor dan kurang pemahaman tentang lalu lintas. “Beam sendiri sebenarnya alat transportasi yang bagus untuk menunjang mahasiswa dalam daerah kampus. Terkadang yang mengendarai Beam belum bisa mengendarai motor dan tidak tau lalu lintas, belum lagi Beam juga tidak punya lampu sen. Sebagai pengendara motor, saya sangat terganggu apalagi terhadap pengendara yang tidak tau aturan bahkan mengendara di tengah-tengah jalan.”
Dia juga menekankan perlunya adanya peringatan atau panduan khusus untuk pengendara Beam. Menurutnya, seharusnya ada peraturan yang jelas atau buku panduan yang membantu pengendara memahami cara menggunakan Beam dengan aman dan baik. Lebih lanjut, ia menyarankan agar jalur pengendara Beam diatur dengan jelas, sejalur dengan motor di sisi kiri jalan. Dengan demikian, diharapkan dapat menciptakan ketertiban dan mengurangi potensi kecelakaan, serta meminimalisir perilaku sembrono dari pengendara Beam.
Adanya kasus kecelakaan Beam yang sebenarnya tidak hanya satu atau dua, pun keresahan pengendara motor terhadap sepeda listrik tersebut, telah memunculkan pertanyaan besar: apakah kecelakaan ini disebabkan oleh pengendara yang kurang hati-hati atau ada masalah pada kendaraan itu sendiri?