Kebijakan Vasektomi, Solusi atau Sanksi?

Winda Naisya Putri
65 views
','

' ); } ?>

Gubernur Jawa Barat, yakni Kang Dedi Mulyadi (KDM), diberi julukan  “Gubernur Konten” lantaran selalu aktif dalam laman media sosialnya. Baru-baru ini, ia mengagetkan publik dengan usulan penerapan  vasektomi kepada penerima bantuan sosial yang memiliki banyak anak. Menurutnya, keluarga pra sejahtera dengan jumlah anak banyak disarankan mengikuti program Keluarga Berencana (KB). KDM menegaskan bahwa KB tidak hanya bisa dilakukan oleh perempuan, tetapi laki-laki juga harus berpartisipasi, sebagaimana yang ia katakan dalam wawancara awal bulan lalu. 

“Jangan membebani reproduksi hanya perempuan. Perempuan jangan menanggung beban reproduksi, sabab nu beukian mah salakina (karena yang ‘doyan’ pasti suaminya). Harus laki-lakinya. Kenapa harus laki-laki? Karena misalnya nanti perempuannya banyak problem. Misalnya lupa minum pilnya atau lainnya,” kata Dedi, dikutip dari CNN Indonesia.

Pernyataannya mengambil alih atensi publik. Banyak yang mulai mengenal vasektomi, kemudian respon masyarakat terbagi menjadi dua: pihak pro dan kontra. Menurut The British Association of Urological Surgeons (BAUS), vasektomi adalah metode sterilisasi pria dengan menyumbat atau memotong saluran pembawa sperma mereka. Vasektomi menjadi langkah paling efektif dalam mencegah bertambahnya jumlah anak karena ia bersifat permanen. Namun, hal tersebutlah yang justru menjadi pertimbangan besar bagi para laki-laki. Pada wawancara kemarin (21/5) terhadap Bapak Warlia selaku satpam asrama Unpad, dirinya menyebutkan bahwa, “Menurut saya yang beratnya itu (permanen), kalau perempuan kan bisa dicabut (sementara).” Tetapi, ia juga berada pada posisi pro jikalau kebijakan vasektomi ini diterapkan hanya kepada keluarga pra sejahtera dan memiliki jumlah anak di luar kapasitas ekonomi mereka, “…masih bertentangan juga kalau untuk diterapkan menyeluruh. Banyak pertimbangannya,” tuturnya.

Melansir dari artikel milik Rumah Sakit Universitas Indonesia, seorang laki-laki yang sudah di vasektomi dapat menjalani pembalikkan vasektomi atau prosedur ketika dirinya ingin memiliki anak kembali. Sayangnya proses tersebut memakan biaya yang banyak sekaligus tidak selalu dapat berhasil. Tidak mengherankan sampai hari ini, masih banyak laki-laki yang enggan melakukan vasektomi. Kurangnya edukasi dari KDM juga memperkecil kepercayaan publik. Seharusnya sebelum memberikan gagasan vasektomi ini kepada masyarakat luas, KDM dapat memenuhi ruang publik dengan mengedukasi terlebih dahulu. Bapak Warlia sendiri menuturkan bahwa dirinya kurang tau bagaimana prosedur vasektomi yang sah secara prosedural. “Harus ada contoh (tokoh), terus dia (KDM) bisa ngejamin gak ini. Misalkan mau diterapkan ke masyarakat otomatis pada takutlah atau bagaimana…. Sebaiknya contohin aja dulu….”

Di lain sisi, seorang mahasiswi Fakultas Keperawatan Unpad, yakni Devina sangat senang mendengar kebijakan vasektomi. Dirinya satu kubu dengan statement bahwa perempuan sudah banyak berkorban, dari masa kehamilan, persalinan bahkan menyusui. Menurut dirinya, KDM salah langkah karena terlalu tiba-tiba meluncurkan istilah vasektomi yang bahkan masyarakat umum belum tau-menau. Ia menjelaskan, pada ilmu keperawatan terdapat teori tersendiri dalam mendekati masyarakat untuk memperkenalkan hal baru. Masyarakat adalah individu yang heterogen, banyak dari mereka memiliki kepercayaan tertentu dalam mengatasi atau mengobati sesuatu. Teori tersebut milik Madeleine Leininger yang dikenal sebagai Teori Lintas Budaya. Menurut teori Madeleine, ilmu kesehatan tidak boleh langsung menolak mentah-mentah kepercayaan lokal mereka. Justru kepercayaan tersebut mesti dijadikan pendekatan untuk memperkenalkan sesuatu, dalam konteks ini ialah vasektomi. “Penting gitu kayak mempertimbangkan nilai, kepercayaan sama praktik budaya masyarakat. Makanya dari pemerintah tuh yang pertama, ngasih edukasi kesehatan reproduksi yang inklusif dan tidak menggurui,” tutur Devina (19/5). 

Devina sendiri memiliki pandangan berbeda untuk menciptakan kepercayaan masyarakat mengenai implementasi vasektomi. Menurutnya, memberikan insentif kepada keluarga yang sudah menerapkannya terdengar tidak memungkinkan. Lebih masuk akal apabila pemerintah memberikan jaminan kesehatan bagi tiap anak yang lahir. Langkah tersebut juga harus dibarengi edukasi yang masif oleh para influencers, mengingat rentang penonton mereka sangat luas. “Sebenarnya aku agak ragu ya pemerintah bisa ngasih insentif buat anak yang ayahnya vasektomi. Jadi  mungkin bisa layanan kesehatan gratis…  influencer juga perlu ikut turut serta dalam upaya promotif dan preventif ini.”

Melihat dua sisi sekaligus, di mana terdapat perspektif laki-laki selaku tim kontra dan perempuan di kubu seberangnya, kebijakan vasektomi menjadi hal menarik untuk dikaji lebih lanjut penerapannya di Indonesia. Vasektomi merupakan sterilisasi secara permanen, namun seiring berkembangnya waktu bisa dilakukan prosedur untuk mengembalikan sperma mereka. Hanya saja, sampai hari ini biaya vasektomi masih terbilang mahal, sehingga jika menginginkan terbentuknya keluarga pra sejahtera yang menerapkan hal tersebut, pemerintah mesti turun dan turut bekerja sama dengan pihak terkait guna memberikan subsidi. 

KDM perlu meminta delegasinya untuk menjadi edukator terkait kebijakan ini. Ketidaktahuan masyarakat mengenai prosedur, biaya, dan efek sampingnya merupakan alasan yang bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan. Melihat lebih banyaknya kelebihan diterapkannya vasektomi, kebijakan ini bukanlah sanksi terhadap keluarga pra sejahtera, melainkan langkah preventif guna memutus rantai kemiskinan struktural dan memperlambat “meledaknya” populasi Indonesia.

Referensi

  1. Betancourt, D., A. (2015). Madeleine Leininger and the Transcultural Theory of Nursing. The Downtown Review, 2 (1), 1-7. https://engagedscholarship.csuohio.edu/tdr/vol2/iss1/1
  2. The British Association of Urological Surgeons. (2024, Oct). Vasectomy. https://www.baus.org.uk/_userfiles/pages/files/Patients/Leaflets/Vasectomy.pdf
  3. Parikesit, D. (2022, Dec 28). Mengenal Vasektomi. https://rs.ui.ac.id/umum/files/poli-klinik/file/250117Sr.pdf
Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya