Novel Midnight in December karya Kith merupakan karya fiksi romansa yang lahir dari dunia Alternate Universe (AU) di platform media sosial X. AU ini kemudian berkembang menjadi sebuah novel utuh yang diterbitkan oleh penerbit Bukune pada tahun 2024. Kisah dalam buku ini berpusat pada dua tokoh muda, Kalisa Fidelya dan Bareska Harsachandra yang dipertemukan gara-gara sebuah kesalahan kecil: webcam yang tertukar. Dari kesalahan sederhana itu, hidup mereka perlahan berubah. Kisah mereka menghadirkan cerita tentang kesepian dan pertemuan yang sebelumnya tak pernah mereka rencanakan.
Cerita dimulai dari kehidupan seorang wanita bernama Kalisa Fidelya yang akrab disapa Kisa, seorang siswi SMA 3 Bandung. Kisa sedang menjalin hubungan romansa dengan kakak kelas di sekolahnya, Malik Wartana. Malik dan Kisa menjadi couple goals yang diimpikan banyak orang. Namun, hubungan mereka menjadi cukup berjarak ketika Malik sedang sibuk-sibuknya mengejar impian untuk masuk ke Universitas Indonesia, membuat hati Kisa dipenuhi overthinking.
Suatu hari dari sudut pandang lain, hujan turun di Kota Bandung. Kisa sedang duduk di halte depan sekolah ketika ia melihat seekor kucing yang kehujanan. Karena merasa kasihan, Kisa memayungi kucing tersebut. Tanpa ia sadari, tindakannya sedang diamati oleh seorang siswa dari SMA 5 Bandung, Bareska Harsachandra alias Akes. Hari itu, takdir seolah mulai menulis jalan baru bagi keduanya, bahkan ketika mereka belum saling mengenal satu sama lain.
Setelah Malik diterima di Universitas Indonesia, Kisa senang sekaligus sedih karena artinya ia akan LDR dengan sang kekasih. Sayangnya, jarak semakin memperburuk komunikasi mereka, apalagi setelah Kisa ditolak di universitas yang Malik tempuh. Meski sempat kecewa, Kisa akhirnya bangkit dan berlabuh di Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, universitas yang kelak akan mempertemukannya dengan seseorang dari kejadian masa lalu yang tak disadarinya.
Kisa harus menerima kenyataan bahwa hubungan dirinya dengan Malik sudah di ambang kehancuran. Untuk mengusir kesedihan, Kisa menemukan hal yang membuatnya merasa tenang, yaitu mendengarkan suara Forest, radio kampus yang berisikan podcast tentang percintaan. Sungguh relate kisah Kisa dengan podcast yang didengarnya. Forest menjadi penenang yang membuat Kisa nyaman di tengah kehampaan bulan Desember.
Singkat cerita, Akes dan Kisa harus bertemu karena webcam mereka tertukar setelah diperbaiki di sebuah tempat service. Pada awalnya, Akes yang menyadari terlebih dahulu bahwa ada yang aneh dengan webcam miliknya. Benar saja, webcam-nya tertukar dengan milik Kisa. Akes mendapatkan nomor Kisa dari tempat service dan segera menghubunginya. Dari kesalahan kecil itulah semuanya bermula.
Sebuah kebetulan yang indah, karena ternyata Akes juga berkuliah di Universitas Padjadjaran. Ia menempuh program studi Ilmu Politik, FISIP. Mereka pun “janjian” untuk mengembalikan webcam yang tertukar. Pertemuan keduanya di kantin FIKOM menjadi saksi bisu bagi cerita mereka selanjutnya. Dari pertemuan tersebut, hubungan mereka terjalin hangat perlahan. Berawal dari teman yang selalu ada, di mana Akes setia mendengarkan kisah Kisa yang beragam, sampai perlahan tumbuh perasaan yang sulit dijelaskan.
Seiring berjalannya waktu, Kisa yang mulai nyaman akan kehadiran Akes di dekatnya merasa hidupnya kembali bermekaran, walaupun isi hatinya masih terjebak pada kenangan masa lalu bersama Malik. Namun, Akes diam-diam menyembuhkan melalui kehadirannya yang begitu tenang dan sabar. Ia selalu menjadi pendengar yang baik bagi Kisa, memahami tanpa harus banyak bertanya. Tanpa disadari, Kisa mulai move on dalam tawa kecilnya bersama Akes di tengah hiruk-pikuk Jatinangor. Singkat cerita, Akes berhasil menyembuhkan Kisa dari masa lalunya.
Kekuatan yang terdapat dalam novel Midnight in December terletak pada alurnya yang realistis dan karakter-karakternya yang terasa dekat dengan kehidupan pembaca. Narasinya ringan, tetapi mampu menyentuh perasaan pembaca. Penulis berhasil menggambarkan dinamika hubungan anak muda dengan baik. Latar Bandung dan Jatinangor membuat cerita terasa lebih hidup (apalagi bagi mahasiswa Unpad). Suasana kampus, jalanan yang dilalui Akes-Kisa, sampai roti bakar tom & jerry menjadi bagian dari cerita yang seolah bisa ikut dirasakan pembaca.
Dari sisi karakterisasi, Kalisa Fidelya digambarkan sebagai sosok wanita yang lembut dan sensitif, tetapi memiliki hati yang kuat. Ia adalah cerminan dari banyak wanita muda yang sedang belajar untuk merelakan. Sementara itu, Bareska Harsachandra diperkenalkan sebagai sosok yang tidak sempurna, tetapi nyata tingkah lakunya. Ia tidak datang sebagai pahlawan, melainkan sebagai seseorang yang memilih tetap tinggal di saat yang lain memilih pergi.
Meski demikian, novel ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Alurnya terasa sedikit lambat di pertengahan cerita, terutama di bagian konflik batin Kisa—antara kenangan masa lalu dan perasaannya yang mulai tumbuh terhadap Akes. Pada akhirnya, Midnight in December tidak sebatas kisah cinta biasa. Novel ini bermakna tentang bagaimana waktu dan kesalahan kecil dapat mempertemukan dua orang yang akhirnya saling mengasihi, menjadi tonggak yang kuat ketika salah satunya rapuh. Dari kisah Kalisa dan Bareska, dapat diambil pesan, “seseorang bisa saja datang di saat hati kita belum benar-benar siap dan kehadirannya bisa saja menjadi rumah baru yang nyaman untuk belajar mencintai lagi.”
Lewat novel ini, penulis berhasil menghadirkan kisah romansa yang sederhana dan bermakna, dibalut dengan latar kehidupan mahasiswa di Jatinangor yang hangat dan gaya bahasa yang lembut. Sebuah kisah yang mengingatkan kita bahwa mungkin saja, di tengah kesalahan kecil dan pertemuan yang tidak disengaja, Tuhan sedang menyiapkan kisah cinta yang paling tepat dan terbaik untuk kita.