Mungkin Kita Semua adalah Serigala

Sayyidatul Imamah
874 views

Manusia dan serigala tentu berbeda dalam banyak hal. Mulai dari spesies, nenek moyang, bentuk tubuh, cara hidup, dan lainnya. Namun, mungkinkah manusia sebenarnya adalah serigala?

Setelah menonton Hold The Dark, saya melihat ada kesamaan antara manusia dan serigala. Hold The Dark sendiri bercerita tentang seorang ahli naturalis dan serigala bernama Russel Core yang mendapat surat permintaan tolong dari Medora Slone. Medora adalah Ibu dari satu anak yang mengaku kehilangan anaknya karena dimakan serigala, dia ingin agar Russel membunuh serigala yang telah memakan anaknya. Russel, yang tersentuh dengan surat tersebut pergi ke Alaska untuk membantu Medora sekaligus dia juga ingin mengunjungi anaknya. Dalam proses pencarian serigala oleh Russel, dia menemukan fakta yang mengejutkan bahwa sebenarnya Medora yang telah membunuh anaknya sendiri.

Film misteri, drama, dan petualangan yang diangkat dari novel karya William Gardi dengan judul yang sama ini menunjukkan sebuah pergolakan serta gesekan antara manusia dan serigala. Hubungan masyarakat Alaska dengan serigala-serigala liar yang dianggap mampu memakan anak-anak mereka, berbaur dengan fakta bahwa manusia pun sebenarnya memiliki sifat yang sama.

Medora yang telah membunuh anaknya akhirnya melarikan diri. Lalu, suaminya, Vernon Slone  pulang dari perang Irak karena cedera dengan dendam dan amarah yang meluap. Sejak kedatangan Vernon, film ini perlahan merangkak pada genre aksi yang membabi buta. Kekerasan yang dilakukan Vernon pada polisi, masyarakat, dan orang lain yang tanpa sengaja berpapasan dengan Vernon membuat saya bertanya-tanya, pemikiran apa yang ingin disampaikan oleh Jeremy Saulnier, sutradara film ini pada penonton.

Vernon digambarkan sebagai sosok manusia yang tidak natural (seperti yang dikatakan oleh salah satu tokoh dalam film) membuat karakternya tampak seperti sosok mati. Namun, jika dipikirkan lebih lanjut, tindakan Vernon adalah reaksinya terhadap kematian anaknya.

Manusia seperti dia hanyalah sekumpulan emosi yang digerakkan oleh kejadian-kejadian. Contohnya, kita bangun tidur karena sudah tidak mengantuk, kita menangis karena hal yang menyedihkan, kita tertawa karena hal yang membahagiakan—semua hal itu membuat saya sadar, bahwa jika tanpa emosi, manusia akan bereaksi cukup ekstrem terhadap suatu kejadian yang menimpanya.

Vernon memang terlihat seperti karakter yang berdarah dingin, tetapi dia menangis di dekat mayat anaknya. Artinya, dia menganggap kematian anaknya adalah suatu alasan atau pemicu terhadap tindakan brutal yang dia lakukan pada orang lain. Setiap manusia sepertinya bergelantungan pada alasan dan dogma untuk bergerak setiap harinya. Kita tidur karena memiliki alasan mengantuk, kita makan karena mempunyai alasan lapar, dan lain sebagainya.

Begitu pun dengan serigala. Hewan yang terkenal dengan bentuk hirarkinya tersebut juga melakukan segala sesuatu berdasarkan alasan. Mereka berburu tentu saja karena lapar. Ketika persediaan makanan sudah habis, mereka bisa saja memburu anak manusia untuk bertahan hidup.

Ada salah satu dialog yang cukup mengesankan dalam film ini, yaitu ketika Medora bertanya pada Russel bagaimana rasanya menembak serigala. Russel menjawab dengan tegas bahwa itu mengerikan karena dia tidak punya pilihan. Lalu, Medora menatapnya dengan tajam dan bertanya, “Bahkan jika serigala itu telah memakan seorang anak? Karena itu adalah hukum alam?”

Percakapan ini cukup melekat dalam pikiran saya, karena memiliki banyak unsur yang dapat diurai. Pertama, ketika Russel menjawab bahwa dia menembak serigala karena tidak punya pilihan, itu menunjukkan bahwa manusia selalu menggambarkan sebuah keadaan mendesak sebagai “tidak punya pilihan”. Padahal, manusia menurut Jean Paul Sartre adalah makhluk yang dikutuk bebas. Lalu, kenapa kita selalu mengeluh tidak punya pilihan saat dihadang oleh bahaya?

Menurut saya, itu karena manusia menjalani kehidupan dengan proses bertahan hidup yang menyengsarakan. Kalau ada orang yang ditodong pisau oleh orang lain, dia akan mengatakan kalau dia tidak punya pilihan selain melawan. Seolah, pilihan “mati” atau “diam saja” bukan merupakan pilihan. Sebenarnya, apa pun yang dilakukan manusia di dunia ini memiliki pilihan-pilihannya sendiri kecuali kelahiran. Hanya saja, kita selalu memalingkan muka pada pilihan yang tidak menguntungkan.

Kedua, ketika Medora menanyakan simpati Russel terhadap serigala. Medora menganggap kalau serigala memakan anak manusia, artinya serigala itu pantas dibunuh, meskipun dia tahu bahwa itu hukum alam. Hukum alam yang dimaksud Medora adalah proses bertahan hidup yang dilalui serigala untuk terus bernapas. Setiap makhluk hidup di dunia ini memiliki proses bertahan hidupnya masing-masing, termasuk serigala. Serigala akan memakan apa saja ketika persediaan makanannya habis, termasuk anak manusia. Namun, Russel menjelaskan pada Medora bahwa serigala memakan anak manusia adalah kejadian langka.

Pertanyaan Medora adalah pertanyaan kita semua.

Akankah kita bersimpati pada sesuatu atau seseorang yang merebut suatu hal dari kita? Bisa mulai dari teman yang meniru jawaban ujian, rekan kerja yang mengaku kalau hasil karya kita adalah miliknya, atau bahkan orang asing yang duduk di kursi bioskop tempat kita seharusnya duduk berdasarkan tiket. Akankah kita menganggap bahwa itu tidak apa-apa, karena itu hukum alam, sudah seharusnya manusia melakukan apa saja untuk bertahan hidup dan ditunggangi hidup.

Jawaban akan pertanyaan itu tentu saja bergantung pada pandangan kita terhadap kehidupan. Mungkin, ada yang menganggap bahwa hidup adalah ajang bersaing, tempat menemukan kenyamanan dan cinta, atau hanyalah proses bertahan hidup yang melelahkan.

Tapi, mungkin saja hidup itu tidak bermakna. Hidup manusia bisa sama saja dengan serigala, semut, kucing, singa, dan lainnya—kalau kita akhirnya tidak sadar ke mana kita menuju pada akhirnya: kematian.

Serigala tidak tahu tentang kematian, yang mereka tahu adalah cara bertahan hidup. Mempertahankan hidup berbeda dengan mengetahui tentang keberadaan kematian. Manusia pun, pada akhirnya selalu lupa apa tujuan mereka bertahan hidup.

Apakah untuk menghindari kematian?

Menunda kematian?

Atau, untuk menjadi serigala?

Ketika manusia tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Itu artinya, pada suatu momen dalam hidupnya, manusia bisa jadi adalah serigala.

Editor : Irna Rahmawati

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran