Jatinangor – Sejumlah tenaga kerja non-dosen di Universitas Padjadjaran mengeluhkan apresiasi dan kesejahteraan yang dinilai masih jauh dari layak. Tenaga kerja non-dosen seperti sekuriti, petugas kebersihan, dan pengendara angkutan kampus merasa perhatian universitas lebih terpusat pada tenaga pengajar dibandingkan dengan mereka yang menjalankan tugas-tugas pendukung di kampus.
Menurut seorang pengendara angkutan kampus berinisial UM, meski sudah mengabdi selama enam tahun, kesejahteraannya selaku tenaga kerja masih sangat kurang. “Saya udah kerja di sini dari tahun 2018, tapi gaji saya masih gitu-gitu aja, padahal kerjaan saya resikonya sangat besar, bawa penumpang, bawa nyawa orang. Ya dibanding sama satpam atau petugas kebersihan, gaji kami selaku driver odong malah lebih kecil dari mereka. Saya takut gaji saya gak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, apalagi saya kan tinggal ngontrak. Intinya mah kesejahteraan.” Ujar UM.
Keluhan yang sama juga disampaikan oleh C, salah satu petugas kebersihan kampus atau petugas K3L tentang upah yang menurutnya kurang mencukupi. “Kalo gaji tentu aja kurang ya, apalagi ibu harus naik angkot dua kali buat sampai ke sini, harga bensin sama tarif angkot naik, harga sembako naik, tapi pemasukkan enggak. Belum lagi ngebiayain anak, anak saya juga kuliah.”
Keluhan tentang gaji lainnya disampaikan oleh SR, pustakawan di perpustakaan sentral. “Kami kan kerja di perpustakaan universitas, tapi gaji kami disamakan dengan yang kerja di fakultas, padahal kerjaan kami tentu lebih banyak dari mereka. Juga hari Sabtu kan gak banyak mahasiswa yang belajar di perpus, otomatis kerjaannya gak terlalu berat, tapi gajinya disamakan.”
Masalah kesejahteraan yang dirasakan oleh tenaga kerja non-dosen ini diperparah dengan kurangnya apresiasi. baik dari pihak kampus maupun dari pihak mahasiswa.”Saya enggak terlalu mikirin gaji yang kecil, saya niatin ibadah aja, kurang diperhatiin sama atasan juga enggak apa-apa. Cuman masalah dihargai, masih banyak mahasiswa yang kalo pake tempat itu gak izin dulu, pinjem barang gak dirapihin lagi. Ini tempat ibadah loh, banyak perempuan yang sehabis sholat itu mukenanya gak diberesin lagi, apa susahnya lipat lagi, masukin lagi ke lemari.” Ujar TS seorang OB atau marbot Masjid Raya Unpad.
Selain marbot MRU, tenaga kerja yang lain juga mengalami hal serupa dalam masalah kurangnya dihargai. “Suka ada mahasiswa yang masih buang sampah sembarangan padahal jalannya baru aja disapuin, atau main lewat aja waktu ibu lagi nyapu sampai sapunya keinjak. Mentang-mentang ibu cuman tukang sapu, mereka jadi lewat seenaknya, tapi ada juga beberapa yang sopan bilang permisi.” Ujar C. “Bukannya ada lagi, sering malah ada pengendara yang susah dibilangin atau gak ngehargain.” Ujar R salah satu petugas keamanan. Tidak hanya di lingkungan jalan atau luar ruangan saja, bahkan di perpustakaan pun terjadi hal yang sama. “Pengunjung yang bermasalah mungkin pengunjung yang kalau di ruang belajar itu bawa makanan dan baunya mengganggu pengunjung yang lain.” Ujar SR..
Mengenai masalah kesejahteraan dan apresiasi ini tentu saja berkaitan dengan fasilitas yang diberikan oleh pihak kampus, banyak mahasiswa atau bahkan petugas kebersihan itu sendiri yang mengeluhkan kurangnya ketersediaan tempat sampah di lingkungan kampus. “Iya, tong sampah itu kurang banget, harusnya di setiap jalanan ada tong sampahnya, supaya orang-orang gak buang sampah sembarangan. Semoga kedepannya tong sampah disediain, sama alat kebersihannya juga,” ucap C.
Para tenaga kerja non-dosen berharap, keluh kesah mereka dapat tersampaikan dan menjadi perhatian serius bagi pihak universitas dan juga mahasiswa. Mereka ingin kontribusi dan kerja keras yang mereka berikan selama ini dapat dihargai lebih baik. Diharapkan, pihak kampus dapat lebih adil dan bijak dalam mengakui peran penting yang mereka jalankan, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan saling menghargai demi kemajuan bersama.