Penyihir Pembawa Kemalangan

Redaksi Pena Budaya
62 views
','

' ); } ?>

ditulis oleh: Nazwa Sakha Sabita & Zenita Syifa Aulia

Ada sebuah rumah mungil yang terletak di hutan. Rumah itu sepi dan menyeramkan, seperti tak pernah ditinggali selama beberapa abad. Tapi, penghuninya ada di situ. Seorang perempuan yang tinggal sendiri, anak haram dari persatuan tubuh seorang vampir dan penyihir. Ia mewarisi pesona cantik menggoda khas vampir dari ayahnya dan ilmu sihir gelap dari ibunya. Ia jarang keluar rumah, konon katanya ia hanya muncul pada malam hari, mencari darah jejaka tampan untuk diisapnya.

Suatu hari, pada malam gelap yang sunyi, ia muncul di pusat desa, membawa ketakutan bagi para penghuni desa. Untuk pertama kalinya, mereka melihat perempuan setengah vampir dan penyihir itu secara nyata. Perempuan berambut hitam legam bergelombang, kulit seputih salju pada musim dingin awal Januari, bibir semerah darah, dan memakai gaun berwarna hitam merah. Laki-laki dan perempuan tak bisa mengalihkan pandangannya dari perempuan berwajah semagis bulan purnama itu, seperti diserap oleh sihirnya.

“Namaku Vesperia. Dan aku di sini mencari pasangan, seorang lelaki tampan yang bisa kucintai. Adakah dari kalian yang mau menjadi suamiku?” tanya perempuan itu sambil menatapi segerombolan jejaka desa yang menelan ludah.

“Tidak ada yang mau menikahi penyihir sepertimu!” Seorang lelaki tua meneriaki Vesperia, tapi perempuan itu menatap dengan tenang, “Oh, ya?” Kemudian, seekor burung gagak muncul tiba-tiba, menyerang lelaki itu dan mematok-matok matanya dengan kasar sampai mata lelaki itu berlumuran darah. Penduduk desa riuh, bergidik ketakutan. Para lelaki tua mengeluarkan arit mereka, para anak-anak dibimbing ibunya masuk ke rumah, para gadis menangis, dan para jejaka hanya bisa diam.

Perempuan itu kejam. Itu yang bisa mereka simpulkan. Dan mau tak mau, penyerahan seorang pemuda desa bukan sebagai bentuk perjodohan, lebih tepatnya tumbal. 

“Yah, kalau hari ini tidak ada, besok aku akan datang kembali. Kalau besok tidak ada, hmm….” Vesperia menatap ke segerombolan pemuda yang sedari tadi jantung mereka berdegup kencang sekali.

“Aku luluhlantakkan saja desa ini dengan api.”

Lalu perempuan itu pergi, menghilang tanpa jejak, hanya menyisakan kabut yang memperkeruh malam. Penduduk desa riuh, mau tak mau harus ada seorang lelaki yang mau dinikahkan dengan perempuan kejam tadi. Sebuah perjodohan terpaksa—lebih tepatnya tumbal karena mereka tak akan pernah tahu nasib selanjutnya lelaki yang akan dinikahkan itu.

Semalaman para tetua desa berunding, mencari dan mencuri setiap nama pemuda yang pantas dibuang untuk perempuan itu. Lalu, muncullah satu nama yang tepat. Seta, seorang pemuda berusia 20 tahun yang sehari-hari mengurus kambingnya dengan seorang ayah yang sakit keras. Ia memiliki struktur wajah yang rapi dengan kulit kecokelatan yang menyegarkan, tapi ia begitu mudah dilupakan. Cocok untuk menjadi pasangan penyihir yang begitu diingat karena kekejamannya. 

Para tetua desa pun menuju ke rumah pemuda itu. Mereka memohon dengan wajah memelas agar pemuda itu mengorbankan tubuh dan jiwanya demi penyihir itu. Seta awalnya terdiam penuh gundah, tapi para tetua desa berjanji akan merawat dan memberikan uang untuk ayahnya berobat. Seta yang begitu menyayangi ayahnya kemudian setuju.

“Janji, kan, mau merawat ayahku?” tanya Seta.

Para tetua desa kompak menjawab, “Janji.”

Esoknya, malam kembali menyelimuti langit. Suara burung hantu dan burung gagak bersahut-sahutan, mencari dan bergosip siapa yang akan mati malam ini. Angin bertiup kencang, menggugurkan daun-daun dan membuat seekor tupai kembali bersembunyi di balik batang kokoh pohon. Penyihir itu datang lagi, lalu ia tersenyum senang melihat Seta yang berdiri di hadapannya, dengan para tetua desa yang berdiri lemas di belakang Seta.

“Ada seorang pria yang mau menikahimu, Penyihir. Namanya Seta,” ujar seorang tetua desa. Vesperia tersenyum kegirangan, menampakkan gigi taringnya yang membuat Seta bisa mendengar desir darahnya mengalir dan jantungnya berdegup kencang. 

Vesperia mendekat ke Seta, memandangi wajah dan tubuh pemuda itu dengan saksama, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Wajah yang rapi, tubuh yang segar dan padat, tinggi badan yang membuatnya lebih gagah, dada dan paha yang kencang. Vesperia tersenyum, menggandeng tangan pemuda itu. Para tetua adat gusar sekaligus sedikit lega.

“Mulai sekarang, kamu jadi pasanganku, ya,” ujar Vesperia. Seta hanya mengangguk. Perempuan itu lalu menarik tangan Seta, menghilang di antara kabut, menyembunyikan nasib yang kemudian kabur.

***

Rumah itu kecil, rapi, misterius, dan kejam. Begitulah pendapat Seta ketika melihat rumah milik Vesperia. Ada banyak buku kuno tebal yang berserakan di meja, mayat tikus dan kalajengking yang dimasukkan dalam toples dengan cairan kental berwarna hijau, berderet pedang yang dipajang di dinding ruang tamu, sebuah kuali besar yang entah isinya apa ditaruh di dekat perapian, tapi Seta tahu itu seperti berisi neraka dan kebengisan yang tak berujung.

“Besok kamu merapikan kamar kita, kamar mandi, pakaian-pakaianku, dan masih banyak hal lagi, ya,” ujar Vesperia. Seta hanya mengangguk. Ia harus terus menuruti perempuan itu karena jika tidak, matanya bisa dicongkel oleh gagak-gagaknya yang misterius atau dicabik-cabik oleh serigala yang sedari tadi mondar-mandir di luar rumah, menjaga rumah itu. 

“Dan jangan lupa besok buat sarapan untuk kita berdua, ya,” ujar Vesperia. Seta mengangguk.

Vesperia mengajak ke kamarnya. “Mulai sekarang, ini kamar kita berdua.” Seta mengangguk. Kamarnya yang sepi dan dingin itu membuat Seta bergidik. Vesperia mendekat ke arah Seta, matanya yang merah menyerap tatapan lelaki itu. Penyihir itu mendekat ke leher Seta, kemudian tanpa aba-aba menggigit leher tersebut. Sakit dan beringas sekali. Semburan darah keluar dan mata Seta kabur, kemudian yang ia ingat hanya gelap. Gelap seperti jiwa penyihir itu.

***

Matahari menyambut dan menghapus malam yang kelam. Seta terbangun dari tidurnya. Ia tak begitu ingat apa yang terjadi semalam, yang ia ingat hanyalah sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan penuh guncangan, sesuatu yang masuk dan keluar dari tubuhnya dengan bahagia. Ia menyentuh lehernya. Ada luka gigit yang tertoreh di leher kirinya. Ternyata ia sungguhan digigit oleh Vesperia, bukan sebuah mimpi. Ia menatap perempuan yang tertidur di sampingnya itu. Wajah Vesperia yang tertidur nyenyak tampak menenangkan, seperti kebengisannya terhapus oleh matanya yang terpejam. 

Oh, ya. Harus memasak sarapan. Kalau tidak, nanti gagak dan serigala itu bisa mengoyak dan mencabik tubuh Seta. Ke mana para gagak dan serigala itu pagi ini? Tampaknya mereka pergi ke tempat lain, mencari mayat para korban perang yang tertanam di hutan antah berantah.

Seta beranjak dari ranjangnya, pergi ke dapur dan membuka lemari penyimpanan makanan. Ada dua butir telur, dua lembar bacon, dan dua lembar roti. Ia mengeluarkan bahan-bahan makanan itu, kemudian memasaknya. “Makanan ini lebih mewah dari makananku dulu” pikir Seta saat memecahkan dua butir telur dan memanggangnya.

Harum telur menyapu indera penciuman Seta, membuat perutnya meronta ronta meminta untuk diisi. Seta merasa pagi ini terasa berbeda, mungkin karena ini bukan rumahnya atau mungkin karena ia merasa bahwa seharusnya ia tidak di sini. Ia melihat ke arah tangannya yang kekar tanpa keriput sedikit pun, tubuhnya masih muda begitu pula dengan raganya tapi entah kenapa dunia terasa hampa dan berhenti ketika Vesperia membawanya kemari.

Ia merindukan rerumputan hijau, sinar matahari yang hangat serta dunianya yang terasa berwarna. Perasaan hangat dan menenangkan adalah hal yang ia rindukan saat ini. Kebebasan yang ia dapatkan sebelumnya seolah olah lenyap setelah ia tinggal di rumah ini. Rumah ini terasa dingin dan mencekik. Ia merasa bagaikan burung dalam sangkar yang hanya bisa melihat dari dalam rumah terpencil ini.

Seta tersadar dari lamunannya ketika ia mendengar langkah kaki dari sang penyihir. Langkahnya pelan namun penuh perhitungan layaknya predator yang melihat mangsanya. Seta menyadari kehadirannya namun ia berpura pura lugu saja agar sang wanita membuka sifat aslinya sedikit demi sedikit. 

Nafasnya tercekat ketika ia merasa lengan dingin yang melingkari pinggangnya. Tangan yang dingin serta lentik perlahan menelusuri torsonya yang terpahat keras seperti patung dewa dewa agung yang tak pernah menjawab setiap doa putus asanya. 

————————————————————————————————————–

Entah sudah berapa lama aku merasa seperti ini. Hidup layaknya boneka yang dikendalikan oleh pasanganku sendiri. Ah ralat, aku bukanlah pasangannya atas dasar perasaan bernama cinta, lebih tepatnya aku hanyalah persembahan yang malang. Persembahan yang tak berdaya dan berguna sebagai pemuas nafsu belaka, setidaknya itu yang aku rasakan. Vesperia selalu berkata padaku bahwa ia mencintaiku namun entah mengapa rasanya seperti ada yang kurang, janggal dan juga memuakkan.

Aku selalu merasa ia hanya mencintaiku ketika aku mematuhinya. Ketika aku memberikan darahku padanya, ia akan bersikap layaknya wanita yang memberikan segalanya padaku tetapi aku tak mematuhinya, ia akan bertindak layaknya algojo kejam. Ia tak peduli ketika aku sudah merasa lelah selepas mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian sedangkan ia dengan santai berkeliaran di luar rumah entah kemana. Tubuhku terasa remuk setiap hari karena mengurusi rumah ini sendirian, tetapi tetap saja ia tidak pernah berinisiatif untuk menolongku sedikit pun.

Terkadang aku mengeluh padanya bahwa aku tak sanggup mengerjakan semua pekerjaan rumah ini sendirian, alih-alih mendapatkan kasih sayang ataupun bantuan yang aku harapkan, Vesperia malah menghadiahiku dengan berbagai hinaan juga tamparan. Ia bilang aku adalah pasangan yang tidak berguna karena mengurus rumah saja bisa membuatku mengeluh. Aku hanya bisa terdiam ketika dihujani berbagai kata-kata pedas yang keluar dari bibir seseorang yang mengaku mencintaiku melebihi dirinya sendiri. Aku tau harusnya aku tak mempercayai perkataan dari seorang penyihir namun hatiku selalu mengharapkan ia benar-benar mencintaiku apa adanya. Cinta yang selalu kudambakan ternyata hanya ada di cerita fiksi saja karena nyatanya hal seperti itu tidak akan pernah ada di dunia nyata.

Di dalam novel romansa yang kubaca saat masih remaja mengatakan bahwa cinta itu hangat dan menyenangkan, namun kenapa aku tak pernah merasakan hal itu? Vesperia selalu bilang kepadaku bahwa ia mencintaiku tapi akhir-akhir ini ia selalu mengucapkan berbagai hinaan karena tubuhku sedikit berubah.

Haahh … kenapa tubuhmu jadi jelek sekali. Tubuhmu dulu montok sekali tapi sekarang seperti kucing kelaparan saja, kurus kering begini

Celetukan Vesperia beberapa bulan yang lalu masih berputar di otakku. Rasanya sakit sekali ketika mendengar bagaimana wanita yang berkata bahwa ia mencintaiku tapi malah mengucapkan hal keji seperti itu. Terkadang aku sampai memandang refleksi diriku sendiri, aku merasa tidak mengenali tubuhku sendiri. Tubuhku ini benar benar mengerikan, tubuh yang membuat pasanganku tidak betah di rumah. Aku mulai berpikir bahwa alasan Vesperia mulai tidak betah untuk selalu di rumah bersamaku mungkin karena tubuh jelekku ini. Rasa tidak percaya diri mulai menyelimuti pikiranku, sedikit demi sedikit mulai merusak mental dan tubuhku. Pikiranku terasa penuh dengan kalimat kalimat itu, kalimat yang mengajakku untuk ke dalam rasa putus asa.

“Apa aku buruk rupa?”

“Apa dia sudah tidak mencintaiku lagi?”

“Apa dia akan meninggalkanku?”

Kalimat itu terus menyelimuti pikiranku. Lagi dan lagi hingga aku merasa hidupku tidak bermakna tanpa validasi dari Vesperia. Wanita itu adalah satu satunya alasan aku hidup. Aku tak berguna tanpanya. Aku bukan apa apa tanpanya. Aku harap ada satu cara yang bisa membuat Vesperia kembali mencintaiku.

Beberapa saat ketika aku membersihkan rak buku yang berdebu, secara kebetulan sebuah buku besar terjatuh ke lantai. Halaman buku yang terbuka menarik perhatianku. Tepat di halaman itu menunjukan cara membuat ramuan awet muda. Semua bahan yang dituliskan di buku itu pernah kulihat sebelumnya dan sejujurnya semua bahannya mudah ditemukan hanya saja aku tak tahu cara menggunakan sihir. Aku berpikir mungkin nanti aku bisa bertemu penyihir baik yang dapat menolongku di tengah perjalan. Dengan niat penuh aku menulis semua bahan yang diperlukan, menyiapkan semua barang tersebut untuk pergi dalam misi mencari semua bahan yang kuperlukan.

Ketika aku selesai bersiap siap, mataku langsung tertuju keluar jendela, membuatku termenung sesaat tentang rencanaku ini—rencana untuk menarik hati Vesperia lagi. Mataku mengintip ke arah jendela, aku melihat serigala dan gagak miliknya tidak berpatroli di depan rumah – mungkin mereka pergi bersamanya.

Aku berjalan ke arah pintu dengan sedikit keraguan di dalam hatiku. Dengan tangan sedikit gemetaran aku membuka pintu keluar rumah ini setelah sekian lama. Ketika pintu terbuka, aku merasakan angin yang dingin menyapu pipiku. Aku masih merasakan keraguan di dalam hatiku, namun aku meyakinkan diriku bahwa ini demi mendapatkan cinta Vesperia kembali. Dengan langkah tegas aku memulai langkahku dalam menyelesaikan misi ini.

Saat aku memetik beberapa buah ajaib, entah mengapa aku merasa seseorang memperhatikanku dari jauh. Aku bilang kepada diriku sendiri bahwa itu hanya perasaanku saja namun perasaan khawatir ini tidak kunjung hilang. Aku menguatkan hatiku dan berusaha mengabaikan perasaan tersebut.

Tanganku dengan telaten memetik buah buahan tersebut. Tak bisa kuhindari senyum yang terukir di bibirku. Pikiranku membayangkan senyum dan kasih sayang Vesperia ketika melihatku tidak buruk rupa lagi. Sentuhannya yang lembut serta pujian yang dilantunkan oleh bibirnya berputar putar dalam pikiranku. Ah … aku ingin merasakan itu sesegera mungkin.

Sudah beberapa jam berlalu, matahari mulai bersembunyi dari tempatnya. Aku melihat ke keranjang yang kubawa, mengecek apakah semua bahan telah kudapatkan. Ketika kurasa semua sudah ada di dalam keranjang dengan riang hati aku berjalan pulang. Namun, ada sesuatu yang membuatku kebingungan. Aku masih membutuhkan seorang penyihir untuk membuat ramuan ini menggunakan mantranya. Tentu aku bisa meminta bantuan ke Vesperia, tetapi aku sangat ingin memberikan kejutan padanya.

Tiba tiba suara pergerakan dari semak semak mebangunkan lamunanku. Tangan kurus serta kasar menyapu kulit leherku.

“Halo, tampan … kau sepertinya sedang bingung. Apa ada yang salah?” Wanita tua yang menyentuhku tersenyum hangat dan ramah. Senyumannya membuat perasaan raguku menguap ke angkasa.

“Ah … umm saya sedang kebingungan, apakah anda tau dimana saya bisa mencari seorang penyihir yang dapat membuat ramuan awet muda?” tanyaku dengan penuh harap. Aku berharap wanita ini bisa membantuku menemukan penyihir yang tepat untuk membuat ramuan ini.

“Oh kebetulan sekali, saya adalah seorang penyihir” kata wanita itu sambil tersenyum tipis. Mendengar hal tersebut membuat senang tak terkontrol.

“Anda bisa bantu saya ‘kan? Saya mohon bantu saya, saya … saya akan bayar berapapun harganya.” Aku memohon dengan penuh harap. Sang wanita tua tersenyum kepadaku dan menepuk pundakku perlahan.

“Tenang saja, kau tak perlu membayarku. Aku akan membantumu, gratis!” ucapnya dengan kekehan kecil. Sontak saja mendengar hal tersebut membuatku terkejut sekaligus terharu.

“Terima kasih banyak … terima kasih atas bantuannya,” ucapku sembari membungkuk untuk mengungkapkan rasa terima kasihku yang dalam. Sang wanita hanya terkekeh ringan lalu memberi sinyal padaku untuk mengikutinya.

Ia berjalan ke arah sebuah rumah, rumah yang terlihat aneh dan unik. Rumahnya seperti terbuat dari berbagai hidangan manis seperti kue dan biskuit. Ia membukakan pintu yang terbuat dari kue coklat. Pintu itu terbuka secara perlahan, di dalamnya aku bisa melihat semua perabotan yang terbuat dari berbagai makanan manis.

“Masuklah, anggap saja seperti rumahmu sendiri.” Pintanya dengan nada yang sangat lembut. Tentu mendengar hal tersebut membuatku merasa tenang. Saat aku masuk, aroma kue yang manis—membuat perutku keroncongan.

Sang wanita sibuk membuatkanku secangkir coklat panas. Ketika aku sibuk melihat interior dari rumah ini, ia datang membawa secangkir coklat hangat sambil tersenyum ramah.

“Minumlah, biar aku yang mengurusi ramuannya” ia mengambil keranjangku dan pergi entah kemana. Awalnya aku merasa ragu untuk mengambil coklat panas itu tapi karena wanginya yang menggoda membuatku tak bisa menahan rasa penasaranku. Aku mengambil coklat panas itu lalu meminumnya perlahan. Rasa manis dan lembut mencium lidahku, membuatku tak bisa berhenti meminum cairan manis itu sampai habis.

Rasa manis coklat panas tersebut masih menempel di lidahku, tetapi entah mengapa kepalaku terasa pusing sekali. Aku merasa seperti tak bisa merasakan tubuhku sendiri. Merasa ada yang salah, aku berusaha sekuat tenaga untuk merangkak ke arah pintu namun sayangnya di halangi oleh sang wanita tua.

Sang wanita tua terkekeh pelan sebelum mendorongku hingga terjatuh. Aku mulai panik karena menyadari ada yang salah dengan semua ini, ada yang salah dengan tempat ini. Wanita ini tidak benar benar baik, ia memiliki niat yang mengerikan dibalik senyumannya itu.

Sang wanita merayap dan mendekat ke arahku, secara perlahan ia melepas semua pakaianku. Aku ingin berteriak minta tolong namun suaraku tak bisa keluar karena rasa takut menguasaiku. Ia menyentuhku, menuangkan sesuatu padaku lalu mengambil cherry milikku secara paksa. Aku menangis karena sentuhannya—ia menyuruhku untuk merasa senang dengan itu. Semua bagian tubuhku terasa seperti disedot paksa olehnya membuatku berharap aku tak pernah keluar dari rumah seperti yang Vesperia katakan.

Dunia ini terlalu berbahaya bagiku, meski aku hanya ingin hidup tapi dunia ini seolah olah sudah dirancang untuk membunuhku secara perlahan. Perlahan aku tersiksa disini, dipaksa senang meski rasanya menjijikan. Setiap kali ia mengadoni tubuhku agar gumpalan krim manis yang keluar dari tubuhku rasanya sangat menjijikan memalukan. Oh rasanya aku tak sabar ingin mati saja daripada harus merasakan euforia yang dipaksakan ini.

Kuharap aku tak pernah lahir…

Kuharap dunia ini tak pernah hadir…

Kuharap dunia ini cepat berakhir…

Kuharap aku adalah pengakhir dari kesengsaraan ini...

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya