Di Setengah Perjalanan Ramadhan

Redaksi Pena Budaya
779 views
','

' ); } ?>
Ilustrasi: NA

Ilustrasi: NA

 

Pada hari Senin, 20 Juni 2016, Ramadhan telah memasuki tanggal 15. Artinya, setengah perjalanan lagi, umat Islam akan menyambut hari kemenangan. Dalam menyambut hari kemenangan tersebut, masing-masing kelompok atau perorangan memiliki caranya sendiri-sendiri. Entah itu tradisi, maupun tatacara peribadatan sakral yang dilakoni. Namun, pada hakikatnya, seberapa banyak pun perbedaan yang dilalui, tujuannya tetap sama: kembali kepada hari yang suci.

Ada satu tradisi yang unik setiap tanggal 15 Ramadhan di sebagian besar wilayah Provinsi Banten. Walaupun tidak semua wilayah Banten menyemarakkan tanggal 15 Ramadhan ini, namun tradisi ini seolah sebagai ciri khas masyarakat yang benar-benar berbeda dari daerah lainnya. Jika lazimnya umat Islam membuat ketupat pada satu hari sebelum raya atau pun pada saat hari rayanya, tetapi di wilayah Banten, pembuatan makanan khas raya itu jatuh pada tanggal 15 Ramadhan. Pada tanggal ini, masyarakat membuat ketupat lengkap dengan opornya. Bahkan, di beberapa wilayah seperti Kabupaten Lebak dan Pandeglang, ketupat tidak hanya ditaburi opor, tetapi juga didampingi kuah semur ayam atau kerbau. Anehnya, pada satu hari sebelum raya atau pada saat hari raya, masyarakat Banten jarang ada yang menyajikan ketupat di meja makan. Mereka beranggapan bahwa ketupat cukup disajikan pada tanggal 15 Ramadhan.

Mengapa harus tanggal 15 Ramadhan? Ada beberapa alasan yang membuat ketupat lebih spesial dihidangkan pada tanggal tersebut:

Pertama, ketupat akan dibelah sehingga tiap bagian belah ketupat akan memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Artinya, ketika masyarakat membelah ketupat pada tanggal 15 Ramadhan, artinya, perjalanan mereka untuk mencapai hari yang suci baru setengahnya. Ketupat yang berwarna putih tersebut (yang maknanya hati yang bersih) masih belum sempurna karena hati yang bersih tersebut masih terlihat, belum terbentengi oleh iman yang kuat. Maka, mereka masih harus melewati setengah perjalanan untuk kemudian ketupat berwarna putih itu dilapisi oleh cangkang ketupat dari daun kelapa (benteng iman) seutuhnya.

Kedua: pembuatan ketupat pada tanggal 15 Ramadhan, menjadikan pembuka bagi masyarakat Banten untuk menunaikan zakat fitrah. Walaupun masyarakat diperbolehkan menunaikan zakat dari tanggal pertama Ramadhan atau diwajibkan menunaikan zakat pada saat terbenamnya matahari diakhir Ramadhan atau disunatkan menunaikan zakat pada saat fajar menyingsing di tanggal 1 Syawal hingga menjelang pelaksanaan hari raya, tetapi mayoritas masyarakat Banten mengambil waktu pertengahan: yakni dari mulai tanggal 15 Ramadhan hingga akhir Ramadhan untuk menunaikan zakat fitrahnya.

Ketiga: pembuatan ketupat pada tanggal 15 Ramadhan juga disebut sebagai Qunutan. Sebelum shalat Isya, masyarakat Banten umumnya akan berbondong-bondong ke tempat shalat dengan membawa ketupat beserta opornya untuk kemudian dimakan bersama-sama setelah menyelesaikan shalat witir satu rakaat yang menggunakan bacaan do’a qunut.

Do’a qunut ini, menurut Madzhab Syafi’i, sunat untuk dibacakan disetiap akhir shalat witir pada seperdua akhir bulan Ramadhan. Karena mayoritas masyarakat Banten menganut madzhab tersebut, maka pembuatan ketupat pada tanggal itu juga dimaksudkan untuk memulai membaca do’a qunut di setiap akhir shalat witir. Maka tak heran, tradisi pembuatan ketupat itu disebut sebagai Qunutan.

Terlepas dari berbagai perbedaan persepsi mengenai ayat-ayat kitab suci atau ucapan nabi, tradisi pembuatan ketupat di daerah Banten ini terlihat hangat romansa keluarga dan Ramadhannya. Tradisi itu pun, telah berlangsung sejak lama dan diwariskan turun-temurun hingga sekarang.(kev)

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran