Menjawab Kebingungan ‘Mahasiswa FIB Lulus Jadi Apa?’ lewat FIB Career Talk

Azaina
732 views

Sebagai seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, maklum rasanya jika kebingungan menghadapi persoalan yang kerap ditemui: “lulus mau jadi apa?” Pertanyaan ini kerap menghantui banyak mahasiswa FIB karena pandangan meremehkan orang awam terhadap bidang keilmuan yang dipelajari. Padahal, sadar atau tidak, satu dari bidang keilmuan itu merupakan dasar dari kehidupan manusia, yaitu bahasa.

BEM Gama FIB hadir membawakan seri webinar yang menjadi usaha mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai nasib karier dari mahasiswa maupun alumni FIB. Menghadirkan enam pembicara yang berkompeten di bidangnya masing-masing, Webinar Series: FIB Career Talk 2021 menjadi salah satu jalan untuk menanggapi keresahan perihal profesi lulusan FIB yang tidak ada habisnya.

“Webinar ini diadakan untuk memberikan gambaran karier yang dapat ditempuh oleh mahasiswa maupun lulusan FIB. Diharapkan, kegiatan ini dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa dan alumni FIB sehingga para peserta dapat mengetahui lebih dalam dan mempersiapkan diri dengan lebih matang,” terang Bilqis Meuthia, selaku ketua pelaksana, saat memberikan sambutan di hari pertama Webinar Series (05/06).

Kekhawatiran mahasiswa dan alumni FIB dengan segera saja diatasi melalui webinar bertema Career Guidance for Our Future ini. Menjadi sebuah rangkaian, Webinar Series karier ini diadakan selama tiga pekan berturut-turut dengan tiga subtema berbeda tiap pertemuannya. Masing-masing subtema yang diambil pun tidak sembarangan, ketiganya saling berkaitan satu sama lain sebagai tiga bidang keilmuan yang dipelajari oleh mahasiswa FIB, yaitu linguistik, kesastraan, dan diplomasi. Ketiga bidang ini juga bisa menjadi dasar bagi para alumni untuk menentukan karier profesi ke depannya.

Seri pertama webinar, pada Sabtu, 05 Juni 2021, Departemen Akademik dan Prestasi BEM Gama FIB, sebagai inisiator acara, menghadirkan dua pembicara di bidang linguistik, yakni Nani Darmayanti, M.Hum., Ph.D. dan Himawan Pradipta, S.Hum.. Uniknya, keduanya membahas linguistik sebagai profesi dari dua sudut pandang yang berbeda; Nani Darmayanti melalui pengalamannya sebagai dosen linguistik, sedangkan Himawan Pradipta melalui pengalamannya sebagai seorang product copywriter. Acara ini kemudian dipandu oleh Muhammad Wildan Febrian sebagai moderator.

Webinar diawali oleh penjelasan Nani Darmayanti yang mengajukan premis: is linguistics a good career? Pertanyaan pembuka tersebut lantas dikupasnya satu per satu. Menurutnya, terdapat dua faktor yang menjadi pondasi sebuah karier, yaitu pendidikan dan pengalaman. Dalam kasus generasi Z, yakni mahasiswa dan fresh graduate dari FIB, terdapat beberapa profesi yang tengah banyak digandrungi: editor, penulis, wartawan, copywriter, content writer, konsultan bahasa, pengajar, penerjemah, dan terapis bahasa. Namun, lanjut Nani, semua profesi tersebut kembali lagi pada potensi dan karakteristik yang dimiliki oleh diri sendiri.

Sedikit mengerucut lebih dalam, webinar dilanjutkan dengan pembahasan salah satu profesi yang dapat ditempuh oleh lulusan FIB, yakni copywriter. Himawan Pradipta menjelaskan mengenai copy research yang menjadi gabungan antara ilmu linguistik dengan riset. Copy research merupakan bidang riset pemasaran spesifik yang menentukan efektivitas tulisan dari tanggapan, umpan balik, dan perilaku pengguna. Dipahami lebih dalam, copy research ternyata bersinggungan dengan rasa bahasa yang dapat dianalisis melalui psikolinguistik dan sosiolinguistik. Selain itu, kebahasaan dalam profesi ini diperlukan saat melakukan testing dan highliter test yang biasanya membutuhkan keahlian proofreading.

Selanjutnya, pekan kedua webinar dilaksanakan pada Sabtu, 12 Juni 2021 dan memfokuskan pembahasan pada bidang keilmuan kedua, yakni kesastraan. Kali ini, webinar diisi oleh dua pembicara yang bersinggungan dengan sastra, yaitu Dr. Ari Jogaiswara Adipurwawidjana, M.A., seorang dosen Sastra Inggris, dan  Okky Madasari, sastrawan dan kandidat Ph.D. dari National University of Singapore, serta dipandu oleh Muhammad Dzaky Luthfi sebagai moderator.

Pemaparan diawali oleh Ari Jogaiswara yang sudah berpengalaman menjadi seorang dosen. Sebagai salah satu pilihan karier yang dapat ditempuh oleh lulusan FIB, profesi dosen sastra kerap kali menjumpai pertanyaan yang meragukan utilitasnya, misalnya pertanyaan—yang juga sebagai premis dari uraian hari ini—ngapain, sih, ngajar sastra? Memangnya ada manfaat untuk orang-orang dan diri sendiri?

Padahal, terang Ari, sastra merupakan pengetahuan umum selaiknya pengetahuan-pengetahuan dalam kehidupan manusia yang lainnya. Bidang humaniora yang menjadi landasan pembelajaran sastra, menandakan bahwa tujuan pembelajaran ilmu ini adalah bukan untuk mencari pekerjaan, tapi bagaimana caranya menjadi manusia dan bagaimana kita mengenal apa artinya jadi manusia. Hal ini yang terkadang masih belum tertanam baik di benak para mahasiswa FIB. Masih terdapat insecurity complex mengenai prospek kerja mereka ke depannya. Oleh karenanya, Ari menawarkan sebuah kutipan yang sampai sekarang masih ia pegang teguh, “Your study literature not to make a living, but to have a life.” Itu artinya, pembelajaran sastra ini tidak ditujukan untuk mencari nafkah dan mengisi rekening, meskipun memang diperlukan, tetapi lebih untuk kehidupan dan melakukan hal-hal baik.

Pada segmen kedua, Okky Madasari menyampaikan pandangannya sebagai seorang sastrawan. Senada dengan Ari, ia juga terpancing oleh pertanyaan-pertanyaan meragukan seperti, “Sastrawan, tuh, profesi apaan, sih?” yang menurutnya sudah menjadi stereotipe tersendiri bagi profesinya. Padahal, jelas Okky, profesional menulis bisa menjadi suatu karier yang menjanjikan dengan ketentuan tertentu. Kuncinya, setiap orang (yang berniat menjadi penulis atau sastrawan) harus bisa menjual kreativitas diri yang dipunya, sebab menulis karya sastra berarti menunjukkan kemampuan kita dalam melihat persoalan, mengolah realita di sekeliling kita menjadi sebuah bentuk imajinasi atau cerita fiksi.

Okky juga menekankan bahwa dunia sudah semakin maju. Teknologi hadir untuk memudahkan segala sesuatu, termasuk pekerjaan menulis di dalamnya. Terdapat kesempatan dan peluang baru bagi penulis di tengah kemajuan teknologi, asalkan mampu menangkap celah dan bisa membentuk karier sendiri berdasarkan kreativitasnya.

Pada pekan ketiga, Jum’at, 18 Juni 2021, webinar dilangsungkan dengan membahas satu fokus terakhir, yakni bidang diplomasi. Dipandu oleh Muhammad Anggito Abimanyu sebagai moderator, materi diisi oleh dua narasumber yang profesinya masih berkaitan satu sama lain, yaitu H.E. Arif Havas Oegroseno, Ambassador of The Republic of Indonesia to the Federal Republic of Germany, dan Iid Misbahuddin Nafis, S.Hum., Junior Diplomat at Ministry of Foreign Affairs of The Republic of Indonesia.

Sebagai awal dari pemaparan materi, Arif Havas menjelaskan aspek-aspek penting dari karier diplomasi. Sebagai yang sudah terjun langsung ke dalamnya, ia berpendapat bahwa latar belakang pengetahuan yang sifatnya umum, seperti politik dan ekonomi, malah menjadi kabur. Yang spesifik justru ilmu budaya dan ilmu hukum, keduanya sangat membantu di bidang diplomasi. Selain itu, Arif juga mematahkan stereotipe tempat kerja profesi diplomasi yang hanya di luar negeri. Karier ini dapat pula dibangun di dalam negeri, misalnya dalam diplomasi parlemen, organisasi internasional, atau proyek bersama negara lain, seperti Project Sister City Jakarta-Berlin. Rangkaian karier itu seluruhnya membutuhkan orang-orang di bidang bahasa untuk menjalin kerja sama.

Untuk itu, Arif mengusulkan bagi yang tertarik dalam profesi bidang ini agar tak segan mengambil gelar master dengan specific issue atau program studi yang beragam hingga mampu membuka kesempatan untuk belajar bidang ilmu lain, sebab menurutnya, terdapat challange tersendiri bagi generasi Z, yakni perkuat literasi dan nalar.

Segmen kedua dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Iid Misbahuddin Nafis yang membawakan premis: “how to be a junior diplomat?”. Sebagai langkah awal, ia membagikan satu kutipan kesukaannya dari seorang sastrawan Indonesia, yakni Kang Abik, yang mengatakan, “Seseorang dengan tujuan yang jelas akan membuat kemajuan walaupun melewati jalan yang sulit. Seseorang yang tanpa tujuan tidak akan membuat kemajuan walaupun dalam jalan yang mulus.” Kutipan tersebut dijadikannya bekal dalam menjalani kariernya.

Mengenai diplomat, menurut Permenlu No. 16 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Diplomat, pejabat fungsional diplomat yang selanjutnya disebut diplomat adalah PNS yang diberikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan diplomasi dalam penyelenggaraan politik dan hubungan luar negeri. Lebih lanjut, Iid membagikan persyaratan untuk mendaftar menjadi diplomat. Persyaratannya dibagi dua, yakni umum dan khusus.

Untuk persyaratan umum, diperlukan status WNI, minimal umur 18 tahun, maksimal umur 28 tahun untuk S1, 32 tahun untuk S2, dan 35 tahun untuk S3, tidak mengonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang, serta bersedia ditempatkan di seluruh daerah NKRI atau negara lain. Persyaratan khususnya meliputi berijazah S1, S2, atau S3 dengan latar pendidikan ilmu sosial dan politik, ilmu hukum, ilmu budaya atau sastra asing, IPK minimal 3.00 (skala 4.00) dari PTN/PTS berakreditasi, dan menguasai bahasa asing internasional dengan baik. Setelah persyaratan terpenuhi, calon pendaftar diperkenankan untuk mengikuti seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang.

Pesannya, untuk yang tertarik menjadi diplomat junior sepertinya, harus mengerti betul bahwa diplomasi merupakan kegiatan yang meliputi representing, negotiating, protecting, promoting, reporting, dan managing.

Dengan selesainya pemaparan fokus bidang diplomasi, usai pula rangkaian Webinar Series: FIB Career Talk 2021 ini. Acara pekan ketiga kemudian ditutup dengan pengumuman best participants yang diraih oleh Andi Muliady Sihombing dan Gregorious Dhanu Dewa. Dengan total lebih dari seratus peserta tiap pekannya, seri webinar karier diharapkan mampu menjadi jalan terang bagi mahasiswa dan lulusan FIB ke depannya.

“Ke depannya, saya berharap acara ini dapat memberikan gambaran dan pencerahan pada teman-teman yang hadir. Di mana pun nantinya kita berkarier, yang terpenting adalah ilmu kita dapat diaplikasikan dengan baik dan membawa manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat sekitar,” pungkas Fuji Fitri, kepala Departemen Akademik dan Prestasi BEM Gama FIB, saat memberikan sambutan pada pekan pertama (05/06).

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran