Ketika Usia 20 Tahun

Redaksi Pena Budaya
711 views

Usia 20 tahun, fase pertanyaan dan harapan akan banyak bermunculan, fase pemikiran lebih dewasa untuk masa depan, fase merasakan bagaimana menjalani hidup yang sesungguhnya, pergulatan batin dan sebagainya.

Fase ketika rasa malu dan gengsi sudah harus ditiadakan, dan fase pikiran hanya diselingi dengan kesuksesan-kesuksesan materi maupun nonmateri.

Usia 20 tahun adalah waktu yang panjang dan lama. Banyak perjalanan dan kisah yang beraneka ragam, canda dan tawa yang menghiasi kehidupan, pahala dan dosa yang mewarnai perjalanan ibadah, catatan-catatan yang telah tergoreskan, dan harapan-harapan yang telah terukirkan.

Kini, seiring bertambahnya usia, kita akan sadar bahwa diri ini semakin tua di mata. Hati ini kian harus dibersihkan dari dosa, pemahaman yang salah, dan perasaan yang seharusnya tidak dirasakan.

Memasuki kepala dua, patut mafhum rasanya bahwa waktu yang terlewati itu sangat beharga, serta hal-hal yang dilakukan di masa lalu pasti akan berpengaruh pada masa depan.

Hari-hari yang sudah dilalui adalah perjalanan panjang, tidak ada harapan kecuali: semoga usia 20 tahun  yang akan datang, semua amal ibadah diterima oleh-Nya, segala dosa diampuni-Nya, juga semoga kesuksesan menghampiri, kebahagiaan merambat pada orang sekitar, dan diri bisa menjadi yang terbaik untuk mereka.

Tidak lebih dari sekadar permohonan kecil bahwa di kehidupan selanjutnya, diri ini mampu mendapat banyak keberkahan, meninggalkan segala keburukan yang telah lalu, kemudian mewarnainya dengan hal yang lebih baik, bersih, indah, dan memesona.

Kini, saat umur kian berkurang jatahnya, sepatutnya kita semakin sadar bahwa kehidupan bukan hanya sekadar bersenang-senang. Alangkah ruginya 20 tahun itu bila kini menjalani sisanya tanpa evaluasi diri dan introspeksi mendalam.

Usia 20 tahun, apa yang sudah dipersiapakan untuk akhirat kelak? Apa yang sudah dilakukan untuk orang-orang terdekat, orang yang dicintai? Karya apa yang telah ditorehkan untuk diri atau bahkan bangsa ini?

Apalah arti banyaknya jajanan yang dibeli, waktu yang disia-siakan, amalan yang diabaikan, adzan yang dihiraukan, salat yang ditunda-tunda, rasa malas yang dipelihara, tulisan-tulisan yang hanya disimpan, atau harapan-harapan yang dituliskan tanpa berusaha menggapainya?

Ingat, semuanya adalah masa depan. Jika masih dibumbui kemaksiatan hati, keikhlasan yang hilang, semangat yang menurun, rasa gengsi yang tinggi, harapan yang pudar, apa semua itu akan membawa diri dalam kesuksesan?

Pertanyaannya, setelah 20 tahun ini, apakah akan ada perubahan jika diri masih memelihara rasa yang seharusnya tidak dipertahankan?

Sungguh, setiap detik yang dijalani rasanya akan begitu berat, tetapi doalah yang membuatnya ringan. Bila jarum jam itu akan terus berputar-berputar, mengapa kita malah mengabaikan semua hal baik demi akhirat yang lebih cemerlang dan demi kesuksesan dunia ke depan?

Bila waktu semakin krusial, bukankah hari ini begitu lapang untuk beramal, berprestasi, dan mempersembahkan karya yang gemilang? Tak ada yang tak mungkin, mengubah diri menjadi lebih baik itu bisa, jadikan masa-masa itu pelajaran, mulailah kembali dan jadi yang terbaik. (Anonim/Zai)

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran