Kebun Binatang Bukittinggi: Pantaskah disebut Lembaga Konservasi?

Redaksi Pena Budaya
834 views
Ilustrasi:  Natalie Amadea

Ilustrasi: Natalie Amadea

Kelahiran harimau Sumatera di awal tahun 2016 sempat membuat masyarakat Bukittinggi begitu antusias bertemu Si Loreng penghuni baru Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK). Setiap hari Minggu, pengunjung dapat bertemu dan berfoto bersama Si Loreng kecil.  Sayangnya, pada usia lima bulan, anak harimau ini mati karena terserang penyakit. Kepada reporter Pena Budaya, Bapak Iqbal selaku Kabid TMSBK mengaku, selain karena gen indukan yang tidak terlalu baik, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai menjadi salah satu penyebab kematian harimau ini. Dalam sebuah lembaga konservasi, sangat penting adanya pencatatan silsilah untuk mengetahui kualitas genetik satwa. Klinik hewan harus memadai dan SDM pun harus ahli di bidangnya karena perawatan satwa liar di sebuah kebun binatang memang sangat sulit, terlebih apabila seekor satwa jatuh sakit.

Beliau menambahkan, “TMSBK belum memenuhi standar untuk menjadi sebuah lembaga konservasi, penataan kandang satwa pun belum memadai karena sebuah kandang seharusnya terdiri dari beberapa bagian seperti area bermain dan area breeding, namun saat ini kandang satwa hanyalah kandang peraga sehingga terkesan eksploitasi.”

Selain itu, TMSBK yang berada di bawah naungan pemerintah tidak dapat melakukan keputusan mutlak dan mengalami kesulitan dalam proses pengurusan birokrasi yang panjang. Hal ini sangat berpengaruh karena untuk merenovasi satu kandang saja dapat memakan waktu selama satu tahun. Oleh karena itu, pihak TMSBK tidak dapat bertindak cepat dalam penanganan dan perbaikan sarana dan prasarana Kebun Binatang.

Meski begitu, pihak TMSBK yang memang sebenarnya belum memprioritaskan animal breeding, berhasil membesarkan sepasang harimau Sumatera yang lahir pada akhir 2014 dan seekor anakan zebra yang sekarang berusia 4 bulan. Dengan keterbatasan kondisi, inseminasi dan pengembangbiakkan satwa langka masih merupakan rencana jangka panjang. Untuk saat ini, perkawinan satwa masih terjadi secara alami dengan menggabungkan jantan dan betina dalam satu kandang.

Kebersihan kandang dan lingkungan Kebun Binatang terkadang juga sulit dicapai  karena masih kurangnya kesadaran pengunjung untuk menjaga kebersihan. Meskipun dilarang, pengunjung tetap memberi makan bahkan melemparkan sampah ke dalam kandang satwa. Pagar yang tidak terlalu tinggi memudahkan pengunjung untuk memberi makan secara langsung beberapa satwa seperti rusa dan gajah. Hal ini merupakan masalah lain yang harus ditangani segera karena kebersihan kandang dan asupan makanan satwa sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup mereka. Pak Iqbal berharap pola pikir  masyarakat dapat berubah melalui edukasi dan kampanye-kampanye untuk menjaga kebersihan dan menyayangi satwa dengan tidak memberi sembarang makanan kepada mereka.

Sehubungan dengan dicanangkannya revitalisasi dua kebun binatang pemerintah oleh Presiden Jokowi, diharapkan pemerintah dapat memberikan perhatian lebih kepada TMSBK dan dapat bekerja sama untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana Kebun Binatang sehingga dapat menjadi lembaga konservasi yang sesuai standar dan berfungsi semaksimal mungkin untuk menjaga kelestarian satwa, terutama satwa langka dan yang dilindungi. (mbul)

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran