Gadis Hujan

Nurul Hanifah
1253 views

            Namaku Raina. Ya, itu adalah nama asliku. Kata ibu, namaku diambil dari kata dalam bahasa Inggris rain yang berarti hujan. Setidaknya sampai hari ini masih ada ibu sebagai satu-satunya orang yang memanggilku dengan nama asliku, ketika orang lain tidak lagi mengingat atau bahkan mungkin sama sekali tidak mengetahui nama asliku. Orang-orang di kotaku lebih sering memanggilku dengan sebutan si Gadis Hujan. Entah siapa yang pertama kali memberikan julukan tersebut aku pun sudah tidak ingat. Yang aku tahu julukan tersebut diberikan karena kebiasaan tidak biasaku setiap kali hujan turun.

            Kebiasaan ini sudah terjadi sejak aku masih kecil bahkan saat aku baru saja belajar berjalan. Bagiku kebiasaan ini adalah salah satu keunikan diriku dan berbanding terbalik dengan yang biasanya orang lain lakukan. Setiap kali aku mendengar suara hujan turun, aku pasti akan segera berlari keluar tanpa menggunakan alas kaki. Tidak peduli saat itu aku sedang melakukan apa atau sepenting apa hal yang sedang kulakukan, merayakan datangnya hujan itu lebih penting bagiku. Aku akan membiarkan tubuhku basah oleh bulir-bulir air yang dingin dan lembut itu. Seperti shower raksasa, dan aku bersuka cita bermain-main di bawahnya. Rasanya sangat menyenangkan ketika dapat menari dan berputar-putar di bawah tirai bening yang menyegarkan itu. Bagian yang paling aku sukai dari perayaan menyambut hujan adalah ketika aku berlari melintasi jalanan kota dengan merentangkan tanganku, membiarkan ujung jemariku merasakan setiap tetesannya.

            Jika aku sudah begitu, maka seperti biasanya orang-orang di kota yang melihatku akan menatapku dengan tatapan aneh. Bahkan sayup-sayup aku mendengar beberapa diantara mereka mengatakan bahwa aku sudah gila. Tapi aku tidak pernah memedulikan tatapan dan perkataan mereka. Karena saat itu bagiku hanya ada hujan dan Raina, tidak ada yang lain. Wajar jika mereka menganggapku aneh. Bagi orang-orang di kotaku hujan adalah sumber masalah. Seperti ketika aku sedang berlarian melintasi jalanan kota saat hujan, aku mendengar suara wanita muda yang mengeluh kainnya menjadi tidak kering karena hujan datang dengan tiba-tiba. Di sisi lain kota terdapat sebuah kompleks perumahan yang tergenang banjir saat hujan turun dan seluruh penghuninya menggerutu sambil mengangkat barang-barang mereka.

            Wajar mereka menatapku yang kegirangan saat hujan turun dengan tatapan heran karena mereka sama sekali tidak bahagia saat hujan turun. Padahal jika dipikir lagi bukan hujan yang salah dan menyebabkan manusia kesulitan. Jika diperhatikan, jam sudah menunjukkan pukul 14.00 saat wanita muda itu mengeluhkan datangnya hujan. Padahal jika saja wanita muda tersebut mencuci lebih awal, kainnya bisa saja kering sebelum hujan turun karena sebelumnya matahari bersinar sangat terik. Kompleks perumahan yang terendam bajir juga bukan kesalahan hujan. Penghuni kompleks perumahan itu selalu membuang sampah ke selokan dan itu membuat selokan mereka tersumbat sehingga air hujan tidak dapat mengalir melewati selokan. Ditambah lagi lahan terbuka hijau di sekitar kompleks tersebut semakin sedikit karena dijadikan lahan untuk membangun rumah-rumah yang baru. Jadi semua masalah yang dialami manusia bukan kesalahan hujan, melainkan kesalahan manusia itu sendiri.

***

            Bagiku hujan membawa kebaikan bagi kehidupan di bumi. Aku bisa melihat tumbuhan di pembatas jalan tersenyum saat air hujan mulai membasuh satu per satu daunnya. Ia telah lama menantikannya setelah berhari-hari terkena teriknya matahari dan polusi dari knalpot kendaraan yang setiap hari berlalu lalang. Hujan juga dapat menjadi penenang dengan aroma khas yang diciptakannya. Seluruh masalah juga seolah luruh ke tanah bersama butir-butir airnya, menghilang diserap oleh tanah. Setelah itu pikiran akan menjadi lebih tenang. Coba saja dengarkan bunyi rintik hujan dengan lebih dalam. Engkau akan mendengar suara alunan musik alam yang menakjubkan. Bahkan bagi sebagian orang, suara hujan seperti lagu pengantar tidur yang membuat mereka ingin menarik selimut. Benar bukan? Tidak peduli yang orang lain katakan, bagiku hujan selalu membawa kebaikan dan menjadi salah satu keajaiban Tuhan yang paling nyata.

            Upss… berbicara tentang keajaiban, aku ingin memberitahumu sebuah rahasia. Setiap kali aku berlarian melintasi jalanan kota, perhentian terakhirku adalah hutan yang terletak di pinggir kota. Hutan ini masih masih sedikit rindang. Ini adalah tempat favoritku untu mendengar suara hujan. Suara hujan terdengar lebih merdu di sini karena beradu dengan suara dedaunan yang ditiup angin. Tetapi tidak ada seorang pun yang tau tentang apa yang dapat kulihat di sana. Setiap kali aku berada di sana saat hujan turun aku selalu melihat seseorang dengan pancaran matanya yang tenang dan selalu memperlihatkan seulas senyum yang memancarkan kehangatan di tengah dinginnya suhu udara. Aku selalu bertanya-tanya, siapa dia?

            Hingga suatu hari, di tengah derasnya hujan ia menghampiriku dengan senyum hangatnya. Ia berterimakasih karena aku selalu menyambut datangnya hujan dengan gembira. Suaranya yang lembut membuat dunia seolah terhenti. Dia menepuk pundakku dengan perlahan. Seketika kakiku sedikit demi sedikit terangkat, tidak lagi menapak di tanah. Perlahan tubuhku melayang semakin jauh ke angkasa. Dia ikut serta bersamaku. Dia menggenggam tanganku ketika tubuhku mulai kehilangan keseimbangan. Dia mengajakku mengarungi angkasa dimana keindahan terhampar luas sejauh mata memandang. Aku sangat bahagia dan merasa bahwa aku sedang bermimpi. Dia berada tepat disampingku dengan senyum hangatnya.Kemudian dia berpesan,  “tetaplah menjadi si Gadis Hujan yang selalu bahagia menyambut datangnya hujan”. Aku diam seribu bahasa, masih mencerna apa yang baru saja ia katakan. Dia tersenyum, dan kembali menepuk pundakku dengan perlahan. Seketika kakiku telah kembali menapak di tanah. Tempat yang sama dengan sebelumnya, dan hujan masih turun dengan deras. Aku seolah tidak percaya dengan yang baru saja kualami. Aku menghentakkan kakiku dengan keras di tanah yang kutapaki.

            Aku meyeka air hujan yang membasahi wajahku. Memastikan bahwa aku sedang tidak bermimpi. Hari berikutnya aku berusaha menemukan dia. Tapi aku tak kunjung bertemu menemukannya. Bahkan saat hujan lebat turun mengguyur bumi. Mungkinkah aku dapat bertemu dengannya lagi? Tapi walaupun tidak, aku akan tetap menjadi orang yang bahagia menyambut datangnya hujan. Seperti pesannya. Karena aku adalah si Gadis Hujan.

***
Editor: Irna Rahmawati

Ilustrator: Nur Ahmad Hafidh

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran