Di Balik Peringatan 25 November Sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Redaksi Pena Budaya
702 views

Tanggal 25 November diperingati sebagai hari anti kekerasan terhadap perempuan. Seperti yang kita ketahui, pada zaman sekarang masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang ada di lingkungan sekitar, seperti pelecehan seksual, KDRT, dan lain-lain. Selain itu, kekerasan terhadap perempuan juga banyak dilakukan melalui sosial media. Kekerasan ini berupa pesan eksplisit, foto pornografi, cyberstalking, dan bentuk penyalahgunaan internet lainnya.

Menurut survei di tanggal 1 sampai 5 Mei 2020 lalu, yang dilakukan oleh Plan International terhadap 14.071 remaja dan perempuan muda berusia 15 sampai 25 tahun di 22 negara, termasuk Australia, Kanada, Brasil, Benin, Jepang, Zambia, dan Amerika, kekerasan terhadap perempuan secara online paling umum terjadi di Facebook, diikuti Instagram, dan WhatsApp. 

Kekerasan terhadap perempuan harus kita cegah dan hindari karena bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku. Menurut KOMNAS Perempuan, kekerasan terhadap perempuan harus dicegah karena bertentangan pula dengan tujuannya yang ingin mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia, serta meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan. 

Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, jatuh pada 25 November. Ini ditetapkan pada saat Kongres Perempuan Amerika Latin. Sejak saat itu, tanggal 25 November diperingati oleh negara-negara Amerika Latin sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Selanjutnya, pada pada tahun 1999, Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan diakui oleh negara-negara anggota PBB. 

Alasan dipilihnya tanggal 25 November adalah karena tepat pada tanggal 25 November tahun 1990, ada peristiwa pembunuhan terhadap tiga orang perempuan, yaitu Patria, Minerva, dan Maria Teresa. Ketiga perempuan ini merupakan seorang aktivis yang menentang dengan berani kediktatoran dari penguasa Republik Dominika pada tahun tersebut, yaitu Rafael Trujilo. Mereka dibunuh oleh tangan kanan Rafael Trujilo karena dianggap mengganggu kekuasaannya. 

Kampanye hari anti kekerasan terhadap perempuan ini pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991, yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Kampanye ini dilakukan selama 16 hari berturut-turut, yaitu dari tanggal 25 November hingga tanggal 10 Desember. Alasan dari pemilihan rentang waktu tersebut adalah karena berhubungan secara simbolik dengan kekerasan terhadap perempuan dan HAM dan menekankan bahwa kekerasan kepada perempuan perayaannya adalah salah satu bentuk dari pelanggaran HAM. 

Pada tahun ini, PBB mengangkat tema “Orange The World: End Violence Against Women Now!” untuk Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Menurut PBB, oranye adalah warna untuk mewakili masa depan yang cerah dan bebas dari kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Dalam acara tahun ini yang dilaksanakan secara virtual, Ketua UN Women, Sima Bahous menggambarkan kekerasan berbasis gender (gender-based violence) sebagai krisis global.

Selama 16 hari kampanye, masyarakat diingatkan pula akan hari-hari peringatan penting lainnya seperti Hari AIDS Sedunia (1 Desember), Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan (2 Desember), Hari Internasional bagi Penyandang Cacat (3 Desember), Hari Internasional bagi Sukarelawan (5 Desember), Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan (6 Desember), dan Hari HAM Internasional (10 Desember).

Di samping tema yang diusung PBB untuk merayakan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan secara global, pada tahun ini juga, Indonesia mengusung tema “#GerakBersama dan Suarakan: Sahkan RUU mengenai Kekerasan Seksual yang Berpihak Pada Korban”, yang bertujuan untuk mewujudkan payung hukum yang komprehensif bagi korban kekerasan seksual.

Berbeda dengan perayaan HAK secara global yang mengingatkan masyarakat akan hari-hari penting lainnya, di Indonesia Komnas Perempuan mengajak masyarakat untuk membangun strategi pengorganisiran dan menyepakati agenda bersama yakni:

  1. Memperkuat kerja – kerja di tingkat lokal dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan
  2. Membangun kerjasama yang lebih solid untuk mengupayakan kekerasan terhadap perempuan di tingkat lokal dan internasional
  3. Mengajak semua orang untuk terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Dengan demikian, setiap tanggal 25 November, kita bisa memanfaatkan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan untuk mengajak dan menyerukan perlawanan terhadap isu kekerasan terhadap perempuan.

Penulis: Marha Adani Putri & Fadya Jasmin Malihah
Editor: Tatiana Ramadhina

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran