AJI Gelar Konferensi Pers Mengenai Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis Nurhadi

Fadel Imam
722 views

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengadakan konferensi pers pada Minggu Sore (18/04) mengenai kasus kekerasan terhadap Jurnalis Tempo, Nurhadi. Pada konferensi pers lalu, Nurhadi untuk pertama kalinya tampil secara publik melalui video yang ditampilkan AJI Surabaya.

Nurhadi menjelaskan ia pertama kali didatangi saat memfoto Angin Prayitno Aji di atas pelaminan. “Saya dua kali memfoto pelaminan, untuk memastikan dia ada di kiri atau di kanan. Karena saya berencana wawancara setelah acara selesai,” kata Nurhadi dalam konferensi pers Aliansi Jurnalis Independen, Ahad, 18 April 2021.

Setelah itu, ia mengatakan dua orang petugas berbatik menahannya dan mengintrogasinya. Meski telah mengatakan bahwa ia adalah wartawan Tempo yang tengah bertugas, namun petugas tersebut tetap merampas ponsel Nurhadi dan memiting lehernya.

Nurhadi pun kemudian dibawa keluar dan dinaikkan ke mobil untuk dibawa ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Namun di tengah jalan, petugas yang membawa Nurhadi, diminta untuk kembali ke gedung resepsi dengan membawa Nurhadi.

“Di sana saya dicekik, ditampar. Saya disekap selama dua jam. Dipukul, ditonjok dada, ulu hati, ditampar, gendang telinga dipukul, dari belakang samping. Yang mukul ada lebih dari 10 sampai 15 orang,” kata Nurhadi.

Penganiayaan berlangsung hingga ia dibawa ke gudang belakang gedung dan disekap di sana selama hampir dua jam. Salah satu fakta baru yang disampaikan Nurhadi, adalah ketika penyekapan, Komisaris Besar Ahmad Yani, besan dari Angin Prayitno Aji, sempat melihat langsung kondisi Nurhadi.

“Saksi rekan saya mengetahui, dia meyakini bahwa itu Ahmad Yani karena baju yang dipakai sama dengan yang di pelaminan. Kemudian dia gak memakai masker. Jadi Yani itu mengetahui saya dipukuli selama 5 menit,” kata Nurhadi.

Selama penyekapan pun, ia mengatakan banyak ancaman yang dilakukan oleh orang di situ. Ia menduga ancaman tak hanya muncul dari aparat, tapi bahkan diduga dari kerabat Angin sendiri.

“Ada ancaman ‘disekap aja sampai Senin ketika majalah terbit’, ada juga yang bilang, ‘sudah masukin saja ke kolam lintah’. Juga omongan ‘udah kita buang ke laut kakinya bebani sama batu’,” kata Nurhadi.

Sudah lewat tengah malam saat Nurhadi akhirnya dipulangkan ke rumahnya. Ia pulang setelah dua aparat yang terus bersama dirinya meminta jaminan bahwa foto pelaminan yang diambil Nurhadi tidak akan tersebar di media.

“Padahal saya sudah bilang kepentingan saya datang ke sana bukan meliput acara tapi mewawancarai Pak Angin,” kata Nurhadi. Jaminan didapat setelah Nurhadi menghubungi salah satu redaktur Tempo di Jakarta.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli mengatakan bahwa meskipun Nurhadi belum memiliki semacam sertifikasi jurnalis dari Dewan Pers, apa yang dilakukan Nurhadi adalah sebuah kerja jurnalistik yang dilindungi oleh konstitusi. Di mana ia mencoba untuk memberikan ruang kepada Angin untuk menyampaikan klarifikasi.

Selaras dengan Arif Zulkifli, menurut Redaktur Majalah Tempo, Anton Septian. “Merupakan kewajiban bagi media untuk memberikan ruang bagi siapapun untuk menyampaikan klarifikasi guna keberimbangan berita,” ujarnya.

Kasus kekerasan terhadap Nurhadi menambah daftar panjang kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis ketika melakukan kerja jurnalisnya. LBH berharap kasus kekerasan ini menjadi kasus kekerasan terakhir yang harus dialami jurnalis ketika melakukan kerja jurnalisnya dan menjadi pekerjaan rumah untuk kapolri baru dalam mereformasi kepolisian dan menuntaskan semua kasus kekerasan khususnya kasus kekerasan terhadap jurnalis.

guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran